MEMAJUKAN KOPERASI DI INDONESIA

v\:* {behavior:url(#default#VML);}
o\:* {behavior:url(#default#VML);}
w\:* {behavior:url(#default#VML);}
.shape {behavior:url(#default#VML);}

Normal
0
false

false
false
false

EN-US
X-NONE
X-NONE

/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:”Table Normal”;
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:””;
mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt;
mso-para-margin-top:0cm;
mso-para-margin-right:0cm;
mso-para-margin-bottom:10.0pt;
mso-para-margin-left:0cm;
line-height:115%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:”Calibri”,”sans-serif”;
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;}

TUGAS SOFTSKILL EKONOMI KOPERASI

MEMAJUKAN KOPERASI DI INDONESIA”

 

 

 

DISUSUN: HARIS ANDRIANTO

NPM: 13212320

KELAS : 2EA28

 

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS GUNADARMA

 

Normal
0

false
false
false

EN-US
X-NONE
X-NONE

/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:”Table Normal”;
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:””;
mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt;
mso-para-margin-top:0cm;
mso-para-margin-right:0cm;
mso-para-margin-bottom:10.0pt;
mso-para-margin-left:0cm;
line-height:115%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:”Calibri”,”sans-serif”;
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;}

KATA PENGANTAR

 

 

            Puji syukur kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan karunianyalah saya dapat menyelesaikan  tulisan ekonomi koperasi “ MEMAJUKAN KOPERASI DI INDONESIA “  ini tepat pada waktunya. Tulisan ini disusun sebagai salah satu tugas perorangan pada mata kuliah EKONOMI KOPERASI UNIVERSITAS GUNADARMA.

Dalam menyusun tugas makalah ini, saya banyak menerima bantuan baik berupa nasehat, dan petunjuk dari berbagai pihak.Dalam kesempatan ini, saya ingin menyampaikan banyak terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang sudah banyak membantu dalam menyelesaikan tugas makalah ini.

Akhir kata, saya mengucapkan terima kasih dan menyadari masih banyak kekurangan dari apa yang saya kerjakan disana sini, untuk itu saya mengharapkan kritikan dan saran yang bersifat membangun agar kedepannya menjadi lebih bagus dan sempurna.

 

 

 

 

 

 

 

Bekasi, 10 januari 2014

 

 

 

      Haris Andrianto

 

Normal
0

false
false
false

EN-US
X-NONE
X-NONE

/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:”Table Normal”;
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:””;
mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt;
mso-para-margin-top:0cm;
mso-para-margin-right:0cm;
mso-para-margin-bottom:10.0pt;
mso-para-margin-left:0cm;
line-height:115%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:”Calibri”,”sans-serif”;
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;}

 

DAFTAR ISI

PENDAHULUAN…………..…………………………………………………….1

BAB 1

Latar belakang permasalahan……………….…………………………………2

BAB 2

PERKEMBANGAN KOPERASI DI DUNIA……………………………………5

1.    POTRET SINGKAT KINERJA KOPERASI DI INDONESIA………………………………………………………………………………………..6

2.    KEKUATAN DAN KELEMAHAN KOPERASI DIINDONESIA……………………………………………………………………………………………………………………….…………………………………………………………………..…9

BAB 3

PROSPEK PENGEMBANGAN KOPERASI DI INDONESIA…………………………………………………………………………………….10

1.    MASALAH PERKEMBANGAN KOPERASI DI INDONESIA………………………………………………………………………………….….13

BAB 4

SOLUSI UNTUK MENGEMBANGKAN KOPERASI DI INDONESIA ………..…………15

1.    TANTANGAN KOPEPADA MASA DATANG………………………………………………………………………………………. 21

 

KESIMPULAN…………………………………………………………………………………………..24

DAFTAR PUSTAKA…..……………………………………………………………………………….25

Normal
0

false
false
false

EN-US
X-NONE
X-NONE

/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:”Table Normal”;
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:””;
mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt;
mso-para-margin-top:0cm;
mso-para-margin-right:0cm;
mso-para-margin-bottom:10.0pt;
mso-para-margin-left:0cm;
line-height:115%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:”Calibri”,”sans-serif”;
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;}

 

PENDAHULUAN

Usia gerakan koperasi di Indonesia telah memasuki usia 66 tahun hampir sama dengan usia  kemerdekaan Republik Indonesia. Untuk membangun koperasi sebagai penjabaran Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat (1) dan penjelasanya telah dilakukan oleh pemerintah melalui serangkaian kebijakan politis. Telah ada 4 Undang-Undang yang mengatur koperasi di Indonesia. Pertama Undang-Undangn Nomor 14 tahun 1965. Undang-Undang ini lebih banyak menekankan koperasi sebagai gerakan politik (onderbouw) ketimbang gerakan ekonomi. Undang-undang tersebut menempatkan koperasi sebagai abdi langsung partai politik dan mengabaikan koperasi sebagai wadah perjuangan ekonomi rakyat dan landasan azas- azas dan  sendi dasar koperasi dari kemurniannya.

Undang-undang Nomor 14 tahun 1965 kemudian diganti dengan Undang-undang Nomor 12 tahun 1967 yang mencoba mengembalikan rel gerakan koperasi sesuai dengan azas dan sendi dasar koperasi yang benar.  Tidak banyak perubahan yang signifikan secara kelembagaan dan usaha koperasi, kecuali sebatas melepaskan koperasi dari gerakan dan partai politik (non-onderbouw).

Duapuluh lima tahun kemudian, pada tahun 1992 Undang-undang koperasi diubah lagi dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992. Terdapat perubahan yang signifikan pada Undang-Undang Nomor 25 tahun 1992. Perubahan yang terpenting diantaranya mengenai definisi koperasi, keterkaitan koperasi dengan kepentingan ekonomi anggotanya, kelembagaan pengelolaan dan kesempatan koperasi untuk mengangkat pengelola dari non-anggota.

Setelah berjalan selama 20 tahun, Undang-Undang nomor 25 tahun 1992,  diubah lagi dengan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2012 sebagaimana akan dibahas pada tulisan ini. Beberapa pertanyaan penting yang perlu diajukan adalah mengapa perubahan kebijakan yang berkaitan dengan perkoperasian sedemikian banyak, namun koperasi masih belum menunjukkan perubahan dan perkembangan yang signifikan dalam konstribusinya terhadap perekeonomian nasional. Apakah perubahan tersebut karena pengaruh eksternal dunia global, atau semata-mata karena masalaah internal koperasi “ yang jalan ditempat” sehingga diperlukan perubahan kebijakan

 

BAB 1

 

Latar Belakang Permasalahan

 

Ropke (1987) mendefinisikan koperasi sebagai organisasi bisnis yang para pemilik atau anggotanya adalah juga pelangggan utama perusahaan tersebut (kriteria identitas). Kriteria identitas suatu koperasi akan merupakan dalil atau prinsip identitas yang membedakan unit usaha koperasi dari unit usaha yang lainnya. Berdasarkan definisi tersebut, menurut Hendar dan Kusnadi (2005), kegiatan koperasi secara ekonomis harus mengacu pada prinsip identitas (hakikat ganda) yaitu anggota sebagai pemilik yang sekaligus sebagai pelanggan. Organisasi koperasi dibentuk oleh sekelompok orang yang mengelola perusahaan bersama yang diberi tugas untuk menunjang kegiatan ekonomi individu para anggotanya. Koperasi adalah organisasi otonom, yang berada didalam lingkungan sosial ekonomi, yang menguntungkan setiap anggota, pengurus dan pemimpin dan setiap anggota, pengurus dan pemimpin merumuskan tujuan-tujuannya secara otonom dan mewujudkan tujuan-tujuan itu melalui kegiatan-kegiatan ekonomi yang dilaksanakan secara bersama-sama (Hanel, 1989).

Dalam sejarahnya, koperasi sebenarnya bukanlah organisasi usaha yang khas berasal dari Indonesia. Kegiatan berkoperasi dan organisasi koperasi pada mulanya diperkenalkan di Inggris di sekitar abad pertengahan (atau ada yang bilang dimasa revolusi industri di-Inggris) yang diprakarsai oleh seorang industrialis yang sosialis yang bernama Robert Own. Pada waktu itu misi utama berkoperasi adalah untuk menolong kaum buruh dan petani yang menghadapi problem-problem ekonomi dengan menggalang kekuatan mereka sendiri. Berdirinya koperasi buruh tersebut berfungsi membeli barang kebutuhan pokok secara bersama-sama dan memang ternyata bahwa harga di toko koperasi lebih murah jika dibandingkan dengan toko-toko yang bukan koperasi.Ide koperasi ini kemudian menjalar ke AS dan negara-negara lainnya di dunia. Di Indonesia, baru koperasi diperkenalkan pada awal abad 20. Sejak munculnya ide tersebut hingga saat ini, banyak koperasi di negara-negara maju (NM) seperti di Uni Eropa (UE) dan AS sudah menjadi perusahaan-perusahaan besar termasuk di sektor pertanian, industri manufaktur, dan perbankan yang mampu bersaing dengan korporat-korporat kapitalis.

Sejarah kelahiran dan berkembangnya koperasi di negara maju (NM) dan negara sedang berkembang (NSB) memang sangat diametral. Di NM koperasi lahir sebagai gerakan untuk melawan ketidakadilan pasar, oleh karena itu tumbuh dan berkembang dalam suasana persaingan pasar. Bahkan dengan kekuatannya itu koperasi meraih posisi tawar dan kedudukan penting dalam konstelasi kebijakan ekonomi termasuk dalam perundingan internasional. Peraturan perundangan yang mengatur koperasi tumbuh kemudian sebagai tuntutan masyarakat koperasi dalam rangka melindungi dirinya.  Sedangkan, di NSB koperasi dihadirkan dalam kerangka membangun institusi yang dapat menjadi mitra negara dalam menggerakkan pembangunan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat.

Di Indonesia pengenalan koperasi memang dilakukan oleh dorongan pemerintah, bahkan sejak pemerintahan penjajahan Belanda telah mulai diperkenalkan. Gerakan koperasi sendiri mendeklarasikan sebagai suatu gerakan sudah dimulai sejak tanggal 12 Juli 1947 melalui Kongres Koperasi di Tasikmalaya. Pengalaman di tanah air kita lebih unik karena koperasi yang pernah lahir dan telah tumbuh secara alami di jaman penjajahan, kemudian setelah kemerdekaan diperbaharui dan diberikan kedudukan yang sangat tinggi dalam penjelasan undang-undang dasar. Dan atas dasar itulah kemudian melahirkan berbagai penafsiran bagaimana harus mengembangkan koperasi (Soetrisno, 2003).

Lembaga koperasi sejak awal diperkenalkan di Indonesia memang sudah diarahkan untuk berpihak kepada kepentingan ekonomi rakyat yang dikenal sebagai golongan ekonomi lemah. Strata ini biasanya berasal dari kelompok masyarakat kelas menengah kebawah. Eksistensi koperasi memang merupakan suatu fenomena tersendiri, sebab tidak satu lembaga sejenis lainnya yang mampu menyamainya, tetapi sekaligus diharapkan menjadi penyeimbang terhadap pilar ekonomi lainnya. Lembaga koperasi oleh banyak kalangan, diyakini sangat sesuai dengan budaya dan tata kehidupan bangsa Indonesia. Di dalamnya terkandung muatan menolong diri sendiri, kerjasama untuk kepentingan bersama (gotong royong), dan beberapa esensi moral lainnya. Sangat banyak orang mengetahui tentang koperasi meski belum tentu sama pemahamannya, apalagi juga hanya sebagian kecil dari populasi bangsa ini yang mampu berkoperasi secara benar dan konsisten. Sejak kemerdekaan diraih, organisasi koperasi selalu memperoleh tempat sendiri dalam struktur perekonomian dan mendapatkan perhatian dari pemerintah.

Keberadaan koperasi sebagai lembaga ekonomi rakyat ditilik dari sisi usianyapun yang sudah lebih dari 50 tahun berarti sudah relatif matang. Sampai dengan bulan November 2001, misalnya, berdasarkan data Departemen Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM), jumlah koperasi di seluruh Indonesia tercatat sebanyak 103.000 unit lebih, dengan jumlah keanggotaan ada sebanyak 26.000.000 orang. Jumlah itu jika dibanding dengan jumlah koperasi per-Desember 1998 mengalami peningkatan sebanyak dua kali lipat. Jumlah koperasi aktif, juga mengalami perkembangan yang cukup menggembirakan. Jumlah koperasi aktif per-November 2001, sebanyak 96.180 unit (88,14 persen). Hingga tahun 2004 tercatat 130.730, tetapi yang aktif mencapai 28,55%, sedangkan yang menjalan rapat tahunan anggota (RAT) hanya 35,42% koperasi saja. Data terakhir tahun 2006 ada 138.411 unit dengan anggota 27.042.342 orang akan tetapi yang aktif 94.708 unit dan yang tidak aktif sebesar 43.703 unit.

Namun uniknya, kualitas perkembangannya selalu menjadi bahan perdebatan karena tidak jarang koperasi dimanfaatkan di luar kepentingan generiknya. Juga, secara makro pertanyaan yang paling mendasar berkaitan dengan kontribusi koperasi terhadap  Produk Domestik Bruto (PDB), pengentasan kemiskinan, dan penciptaan lapangan kerja. Sedangkan secara mikro pertanyaan yang mendasar berkaitan dengan kontribusi koperasi terhadap peningkatan pendapatan dan kesejahteraan anggotanya. Menurut Merza (2006), dari segi kualitas, keberadaan koperasi masih perlu upaya yang sungguh-sungguh untuk ditingkatkan mengikuti tuntutan lingkungan dunia usaha dan lingkungan kehidupan dan kesejahteraan para anggotanya. Pangsa koperasi dalam berbagai kegiatan ekonomi masih relatif kecil, dan ketergantungan koperasi terhadap bantuan dan perkuatan dari pihak luar, terutama Pemerintah, masih sangat besar.

Jadi, dalam kata lain, di Indonesia, setelah  lebih dari 50 tahun keberadaannya, lembaga yang namanya koperasi  yang diharapkan menjadi pilar atau soko guru perekonomian nasional dan juga lembaga gerakan ekonomi rakyat ternyata tidak berkembang baik seperti di negara-negara maju (NM). Oleh karena itu tidak heran kenapa peran koperasi di dalam perekonomian Indonesia masih sering dipertanyakan dan selalu menjadi bahan perdebatan  karena tidak jarang koperasi dimanfaatkan di luar kepentingan

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB 2

Perkembangan koperasi di dunia

Pada dasarnya koperasi adalah institusi (lembaga) yang tumbuh atas dasar solidaritas tradisional dan kerjasama antar individu, yang pernah berkembang sejak awal sejarah manusia sampai pada awal “Revolusi Industri” di Eropa pada akhir abad 18 dan selama abad 19, sering disebut sebagai Koperasi Historis atau Koperasi Pra-Industri. Koperasi Modern didirikan pada akhir abad 18, terutama sebagai jawaban atas masalah-masalah sosial yang timbul selama tahap awal Revolusi Industri.

 

Koperasi merupakan salah satu lembaga ekonomi yang menurut Drs. Muhammad Hatta (Bapak Koperasi Indonesia) adalah lembaga ekonomi yang paling cocok jika diterapkan di Indonesia. Hal ini dikarenakan sifat masyarakat Indonesia yang tinggi kolektifitasannya dan kekeluargaan.Tapi sayangnya lembaga ekonomi ini malah tidak berkembang dengan pesat di negara Republik Indonesia ini. Kapitalisme berkembang dengan pesat dan merusak sendi-sendi kepribadian bangsa tanpa berusaha untuk memperbaikinya. Sehingga jurang kesenjangan sosial semakin lebar dan tak teratasi lagi.

Gerakan koperasi digagas oleh Robert Owen (1771–1858), yang menerapkannya pertama kali pada usaha pemintalan kapas di New Lanark, Skotlandia.

 

Gerakan koperasi ini kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh William King (1786–1865) – dengan mendirikan toko koperasi di Brighton, Inggris. Pada 1 Mei 1828, King menerbitkan publikasi bulanan yang bernama The Cooperator, yang berisi berbagai gagasan dan saran-saran praktis tentang mengelola toko dengan menggunakan prinsip koperasi.

 

Koperasi akhirnya berkembang di negara-negara lainnya. Di Jerman, juga berdiri koperasi yang menggunakan prinsip-prinsip yang sama dengan koperasi buatan Inggris. Koperasi-koperasi di Inggris didirikan oleh Charles Foirer, Raffeinsen, dan Schulze Delitch. Di Perancis, Louis Blanc mendirikan koperasi produksiyang mengutamakan kualitas barang.

 

Koperasi diperkenalkan di Indonesia oleh R. Aria Wiriatmadja di Purwokerto, Jawa Tengah pada tahun 1896. Beliau mendirikan koperasi kredit dengan tujuan membantu rakyatnyayang terjerat hutang dengan rentenir.

Koperasi tersebut lalu berkembang pesat dan akhirnya ditiru oleh Boedi Oetomo dan SDI.

 

Belanda yang khawatir koperasi akan dijadikan tempat pusat perlawanan, mengeluarkan UU no. 431 tahun 19 yang isinya yaitu :

– Harus membayar minimal 50 gulden untuk mendirikan koperasi

– Sistem usaha harus menyerupai sistem di Eropa

– Harus mendapat persetujuan dari Gubernur Jendral

– Proposal pengajuan harus berbahasa Belanda

Hal ini menyebabkan koperasi yang ada saat itu berjatuhan karena tidak mendapatkan izin Koperasi dari Belanda. Namun setelah para tokoh Indonesia mengajukan protes, Belanda akhirnya mengeluarkan UU no. 91 pada tahun 1927, yang isinya lebih ringan dari UU no. 431 seperti :

– Hanya membayar 3 gulden untuk materai

– Bisa menggunakan bahasa derah

– Hukum dagang sesuai daerah masing-masing

– Perizinan bisa di daerah setempat

 

Koperasi menjamur kembali hingga pada tahun 1933 keluar UU yang mirip UU no. 431 sehingga mematikan usaha koperasi untuk yang kedua kalinya. Pada tahun 1942 Jepang menduduki Indonesia. Jepang lalu mendirikan koperasi kumiyai. Awalnya koperasi ini berjalan mulus. Namun fungsinya berubah drastis dan menjadi alat jepang untuk mengeruk keuntungan, dan menyengsarakan rakyat.

 

Potret Singkat Kinerja Koperasi di Indonesia

 

Berdasarkan data resmi dari Departemen Koperasi dan UKM, sampai dengan bulan November 2001, jumlah koperasi di seluruh Indonesia tercatat sebanyak 103.000 unit lebih, dengan jumlah keanggotaan ada sebanyak 26.000.000 orang. Jumlah itu jika dibanding dengan jumlah koperasi per-Desember 1998 mengalami peningkatan sebanyak dua kali lipat. Jumlah koperasi aktif, juga mengalami perkembangan yang cukup menggembirakan. Jumlah koperasi aktif per-November 2001, sebanyak 96.180 unit (88,14 persen). Hingga tahun 2004 tercatat 130.730, tetapi yang aktif mencapai 71,50%, sedangkan yang menjalan rapat tahunan anggota (RAT) hanya 35,42% koperasi saja. Tahun 2006 tercatat ada 138.411 unit dengan anggota 27.042.342 orang akan tetapi yang aktif 94.708 unit dan yang tidak aktif sebesar 43.703 unit. Sedangkan menurut Ketua Umum Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin), Adi Sasono, yang diberitakan di Kompas, Kamis, per 31 Mei 2007 terdapat 138.000 koperasi di Indonesia, namun 30 persennya belum aktif.[1]Informasi terakhir dari Triyatna (2009), jumlah koperasi tahun 2007 mencapai 149.793 units, diantaranya 104.999 aktif, atau sekitar 70% dari jumlah koperasi dan sisanya 44.794 non-aktif Selama periode 2006-2007, jumlah koperasi aktif tumbuh 6,1% sedangkan laju pertumbuhan koperasi tidak aktif sekitar 5,7%. Corak koperasi Indonesia adalah koperasi dengan skala sangat kecil. Menurutnya, salah satu penyebabnya adalah keterbatasan modal yang dialami banyak koperasi untuk mengembangkan usaha mereka.. Hal ini merupakan salah satu imbas kenaikan harga bahan bakar minyak tahun 2004 lalu, sehingga anggota koperasi kekurangan modal untuk tabungan. Penyebab lainnya, pemerintah kurang menjalankan perannya sebagai pembina koperasi, dan kebijakan yang digulirkan tidak mendukung pengembangan koperasi rakyat. Ia memberi contoh, kebijakan pemerintah yang menyebabkan koperasi pasar tradisional semakin tersingkir oleh pasar modern. Menurutnya, perbankan juga kerap tidak berpihak pada koperasi kecil. Koperasi kecil kerap kesulitan mendapat pinjaman modal untuk pengembangan usaha

 

 

Perkembangan Usaha Koperasi, 1998-2007*

 Periode

Jumlah unit

Jumlah anggota

(juta orang)

Koperasi aktif

RAT (% dari koperasi aktif

Jumlah

%

Des. 1998

        2000

        2001

        2002

 2003

 2004

 2005

 2006

        2007

52.000

103.077

110.766

117.906

123.181

130.730

132.965

141.738

149.793

..

27,3

23,7

24,001

27,3

27,5

27,4

28,1

..

..

..

96.180

..

93.800

93.402

94.818

94.708

104.999

..

86,3

81,0

78,9

76,20

71,50

71,0

70,1

70,00

..

40,8

41,9

46,3

47,6

49,6

47,4

46,7

..

* Lihat lampiran untuk data paling akhir (September 2008) dan menurut propinsi.

Sumber: Menegkop & UKM

 

Mengenai jumlah koperasi yang meningkat cukup pesat sejak krisis ekonomi 1997/98, menurut Soetrisno (2003a,c), pada dasarnya sebagai tanggapan terhadap dibukanya secara luas pendirian koperasi dengan pencabutan Inpres 4/1984 dan lahirnya Inpres 18/1998. Sehingga orang bebas mendirikan koperasi pada basis pengembangan dan hingga 2001 sudah lebih dari 35 basis pengorganisasian koperasi.[2]

Salah satu indikator yang umum digunakan untuk mengukur kinerja koperasi adalah perkembangan volume usaha dan sisa hasil usaha (SHU). Data yang ada menunjukkan bahwa kedua indikator tersebut mengalami peningkatan selama periode 2000-2006. Untuk volume usaha, nilainya naik dari hampir 23,1 triliun rupiah tahun 2000 ke hampir 54,8 triliun rupiah tahun 2006; sedangkan SHU dari 695 miliar rupiah tahun 2000 ke 3,1 triliun rupiah tahun 2006. Menurut data paling akhir yang ada yang dikutip oleh Triyatna (2009), pada tahun 2007 jumlah SHU koperasi aktif mencapai 3.470 miliar rupiah sedangkan modal luar koperasi aktif sekitar 23.324 miliar rupiah. Selama periode 2006-2007, pertumbuhan SHU sekitar 7,9% dan modal luar 5,7%.

 

Perkembangan Usaha Koperasi, 2000-2006*

Periode

Rasio modal sendiri dan modal luar

Volume usaha

(Rp miliar)

SHU (Rp miliar)

SHU terhadap volume usaha (%)

        2000

        2001

        2002

 2003

 2004

 2005

 2006

2007

0,55

0,72

0,58

0,63

0,71

0,71

0,77

..

23.122

38.730

26.583

31.684

37.649

34.851

54.761

..

695

3.134

1.090

1.872

2.164

2.279

3.131

3.470

3,00

8,09

4,1

5,91

5,75

6,54

5,72

..

* Lihat lampiran untuk data paling akhir (September 2008) dan menurut propinsi.

Sumber: Menegkop & UKM

Memasuki tahun 2000 koperasi Indonesia didominasi oleh koperasi kredit yang menguasai antara 55%-60% dari keseluruhan aset koperasi. Sementara itu dilihat dari populasi koperasi yang terkait dengan program pemerintah hanya sekitar 25% dari populasi koperasi atau sekitar 35% dari populasi koperasi aktif. Hingga akhir 2002, posisi koperasi dalam pasar perkreditan mikro menempati tempat kedua setelah Bank Rakyat Indonesia (BRI)-unit desa sebesar 46% dari KSP/USP dengan pangsa sekitar 31%. Dengan demikian walaupun program pemerintah cukup gencar dan menimbulkan distorsi pada pertumbuhan kemandirian koperasi, tetapi hanya menyentuh sebagian dari populasi koperasi yang ada. Sehingga pada dasarnya masih besar elemen untuk tumbuhnya kemandirian koperasi (Soetrisno, 2003c).

Berdasarkan data propinsi 2006, jumlah koperasi dan jumlah koperasi aktif sebagai persentase dari jumlah koperasi bervariasi antar propinsi. Pertanyaan sekarang adalah kenapa jumlah koperasi atau proporsi koperasi aktif berbeda menurut propinsi? Apakah mungkin ada hubungan erat dengan kondisi ekonomi yang jika diukur dengan pendapatan atau produk domestic regional bruto (PDRB) per kapita memang berbeda antar propinsi? Secara teori, hubungan antara koperasi aktif dan kondisi ekonomi atau pendapatan per kapita bisa positif atau negatif. Dari sisi permintaan (pasar output), pendapatan per kapita yang tinggi yang membuat prospek pasar output baik, atau pasar output dalam kondisi booming, memberi suatu insentif bagi perkembangan aktivitas koperasi karena pelaku-pelaku koperasi melihat besarnya peluang pasar (ceteris paribus). Fenomena yang bisa disebut efek demand-pull. Dari sisi penawaran (pasar input; dalam hal ini petani atau produsen), pendapatan per kapita yang tinggi yang menciptakan peluang pasar atau peningkatan penghasilan bagi individu petani atau produsen bisa menjadi suatu faktor disinsentif bagi kebutuhan para petani atau produsen untuk membentuk koperasi. Fenomena yang dapat disebut supply-push.[3]

 

1.    Kekuatan dan Kelemahan Koperasi

Kelebihan koperasi di Indonesia adalah:

a.    Bersifat terbuka dan sukarela.

b.    Besarnya simpanan pokok dan simpanan wajib tidak memberatkan anggota.

c.     Setiap anggota memiliki hak suara yang sama, bukan berdasarkan besarnya modal.

d.    Bertujuan meningkatkan kesejahteraan anggota dan bukan semata-mata mencari keuntungan.

e.    Berazaskan kekeluargaan,berazaskan demokrasi ekonomi, berazaskan  ekonomi kerakyatan

f.      Sesuai dengan UUD 1945 pasal 33 ayat 1

g.    Anggota berpartisipasi aktif

h.    Badan usaha swadaya yang otonom dan independen

Kelemahan koperasi di Indonesia adalah:

a.    Koperasi sulit berkembang karena modal terbatas.

b.    Kurang cakapnya pengurus dalam mengelola koperasi.

c.     Pengurus kadang-kadang tidak jujur.

d.    Kurangnya kerja sama antara pengurus, pengawas dan anggotanya

Kelebihan koperasi di Indonesia adalah:

a.    Sesuai dengan UUD 1945 pasal 33 ayat 1

b.    Anggota berpartisipasi aktif

c.     Badan usaha swadaya yang otonom dan independen

 

 

 

 

 

BAB 3

PROSPEK PENGEMBANGAN  KOPERASI

Ada beberapa masalah yang belum terjawab terjawab secara pada masa Undang-Undang Nomor  25 Tahun 1992 dan tidak ditindaklanjuti melalui serangkaian turunan kebijakan yang lebih rendah. Masalah-masalah tersebut antara lain;

(1) Sosialisasi  pemahaman lebih dalam kepada masyarakat untuk meluruskan kekeliruan dalam memahami organisasi koperasi sebagai lembaga social (lembaga sosial dalam koperasi menurut Draheim adalah cooperative spirit, kepercayaan dan loyalitas anggota terhadap koperasinya);

(2) Ketidaktegasan dalam pengaturan nomenklatur koperasi (banyak nama koperasi mengacu kepada lembaga dimana koperasi itu berada seperti koperasi fungsional, mengacu kepada jenis kelamin seperti koperasi wanita, mengacu kepada pekerjaan seperti koperasi mahasiswa atau teritori seperti KUD) tidak segera dilakukan perubahan secara signifikan. Alasan alasan politis historis sulit merubah nomenklatur seperti Koperasi Unit Desa dan Koperasi di kalangan TNI dan Polri. Nama-nama tersebut justru menjadi brand dan nilai jual, “jaminan” atau bahkan “power” ketika bertransaksi atau bermitra dengan pihak lain;

(3) Ketidaktegasan dalam menetapkan kriteria anggota koperasi dimana banyak anggota bukan pelaku bisnis (dalam penjelasan UU 25 tahun 1992 kesamaan aktivitas,  kepentingan dan kebutuhan ekonomi anggotanya), namun tidak ada penjelasan apa perbedaan aktivitas, kepentingan dan kebutuhan ekonomi.

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 mengarah kepada pengembangan jenis dan identitas koperasi. Hal ini sesuai dengan 3 (tiga basis utama) pengembangan koperasi yaitu basis usaha produksi, basis usaha konsumsi dan basis usaha jasa. Sebetulnya dari ketiga basis tersebut dapat dibuat derivasi (turunan) lebih lanjut sesuai dengan bidang atau sector usaha. Untuk koperasi produksi misalnya dapat dibuat turunannya dalam bentuk koperasi pertanian atau sesuai dengan komoditi yang dihasilkan misalnya Koperasi Susu. Untuk Koperasi  Jasa misalnya dalam bentuk Koperasi Pemasaran, Koperasi Konsultan. Sedangkan untuk Koperasi Konsumen yang dimaksudkan adalah konsumen akhir, bukan konsumen industri. Hal ini karena konsumen industri pada dasarnya adalah Koperasi Produksi atau Produsen. Penegasan jenis koperasi akan memperjelas posisi, segmen dan target market serta dapat mengembangkan kompetensi koperasi itu sendiri.

Agar penegasan jenis koperasi sebagaimana dikemukakan di atas ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam tindak lanjut implementasi Undang-Undang 17 tahun 2012, sebagai berikut;

1.     Anggota dan calon anggota adalah pelaku bisnis yang memiliki kegiatan usaha yang sesuai dengan kegiatan usaha koperasi, kecuali koperasi simpan pinjam

2.     Integrasi usaha anggota/calon anggota ke dalam koperasi atau pembentukan perkumpulan koperasi oleh calon anggota diukur berdasarkan pertimbangan kelayakan bisnis. Ini berarti integrasi usaha ke dalam koperasi merupakan alternative terbaik dibanding dengan alternatif lainnya, misalnya usaha sendiri atau membentuk perseroan terbatas.

3.     Pembentukan koperasi sekunder harus memenuhi argumentasi kepentingan integrasi usaha , bukan organisatoris atau wilayah administratif. Oleh karenanya usaha sekunder merupakan kelengkapan dari usaha koperasi primer yang memperkuat jaringan usaha pokok usaha anggotanya. Dengan demikian kerjasama antar koperasi dikembangkan secara terarah, rasional dan pembentukannya tidak menggunakan jenjang wilayah administrasi pemerintahan atau jenjang organisasi

Undang-Undang Nomor 17 tahun 2012 mempertegas  kedudukan koperasi sebagai badan sebagai badan hukum dan badan usaha/perusahaan dengan memisahkan kekayaan anggota sebagai modal Koperasi dan adanya tanggung jawab terbatas bagi anggota. Penegasan koperasi sebagai badan hukum memposisikan koperasi sejajar dengan bentuk badan hokum usaha lainya seperti Perseroan Terbatas, baik yang dimiliki oleh pemerintah maupun swasta

Kesejajaran posisi dengan bentuk badan hokum lainnya (diharapkan) perlakuan yang sama terhadap koperasi dalam transaksi, perjanjian, perikatan bisnis dan perolehan kesempatan yang sama dalam memanfaatkan kesempatan yang disediakan oleh pemerintah seperti melaksanakan proyek-proyek pemerintah melalui tender dengan perlakuan yang sama

Secara normatif, revisi Undang-Undang Perkoperasian pada Undang-Undang Nomor 17 tahun 2012  ini, mengandung beberapa substansi penting yang perlu dipahami oleh pembuat, pelaksana dan penerima manfaat kebijakan dan gerakan koperasi;

·           Mempertegas legalitas koperasi sebagai badan hukum melalui pendirian koperasi dengan  akta otentik. 

·           Permodalan koperasi yang terdiri setoran pokok dan sertifikat modal koperasi sebagai modal awal.

·           Ketentuan mengenai Koperasi Simpan Pinjam (KSP) mencakup pengelolaan maupun penjaminannya.KSP   hanya dapat menghimpun simpanan dan menyalurkan pinjaman kepada anggota,  memnungkinkan terhindar dari penyalahgunaan penyaluran maupun penyalahgunaan badan hukum koperasi untuk berbisnis “pemutaran uang” yang menawarkan bunga tinggi yang sering terjadi selama ini.

·           Amanat pembentukan Lembaga Pengawas Koperasi Simpan Pinjam (LP-KSP) menjadikan Pengawasan dan pemeriksaan terhadap koperasi khususunya koperasi  koperasi simpan pinjam, akan menjadi lebih baik. Akan menghilangkan keraguan  anggota tidak ragu ntuk menyimpan uang  seperti layaknya di bank.

·           Mendorong gerakan koperasi membentuk dengan memberdayakan  Dewan Koperasi Indonesia (DEKOPIN) di pusat maupun di daerah

·           Kepengurusan Koperasi yang bisa merekrut dari non-anggota memungkinkan untuk mengangkat pengurus yang memiliki keahlian dan pengalaman dalam pengelolaan usaha/bisnis, sehingga pengelolaan koperasi menjadi lebih professional

 

 

1.Peranan Pemerintah Dalam Perkoperasian

Pemerintah pusat dan pemerintah daerah menetapkan kebijakan untuk mendorong koperasi dapat tumbuh dan berkembang dengan baik, pemerintah menempuh langkah untuk mendukung pertumbuhan, perkembangan , dan pemberdayaan koperasi bagi kepentingan anggota. Usaha yang dilakukan pemerintah  untuk mendorong  koperasi tumbuh dan berkembang adalah dalam bentuk:

a.    Memberikan bimbingan usaha koperasi yang sesuai dengankepentingan ekonomi anggotanya

b.    Memberikan bantuan pengembangan kelembagaan dan bantuan pendidikan ,pelatihan, penyuluhan dan penelitian koperasi

c.     Memberikan bantuan konsultasi dan fasilitasi untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh koperasi denan memperhatikan Anggaran Dasar Koperasi

d.    Menentukan insentif pajak dan fiskal sesuai dengan ketentuan peraturan prundang-undangan

e.    Memberikan tambahan/bantuan permodalan dan pembiayaan koperasi

 

 

Masalah perkembangan koperasi di indonesia

 

Masalah partisipasi anggota

          Problem pengembangan koperasi di Indonesia masih terganjal sejumlah masalah klasik. Di antaranya sarana dan prasarana yang kurang memadai, lemahnya partisipasi anggota, kurangnya permodalan dan pemanfaatan layanan, dan masalah manajemen. Di antara masalah tersebut, partisipasi anggota mempunyai peran utama terkait dengan maju mundurnya koperasi. 

         Tujuan organisasi tidak akan tercapai tanpa adanya peran aktif dari anggota. Anggota merupakan salah satu aset yang berharga bagi organisasi koperasi. Tanpa anggota, tempat dan modal tidak akan berarti apa-apa jika hanya dibiarkan begitu saja. Ditangan anggotalah semua itu akan dapat berkembang  Oleh karena itu. tuntutan akan motivasi dan partisipasi yang baik dari anggota sangatlah diperlukan.

        Dalam kedudukannya Koperasi sebagai badan usaha yang bergerak dalam bidang ekonomi mempunyai ciri khas tersendiri. Ciri khas itu dapat terletak pada kedudukan anggota yaitu dengan adanya identitas ganda. Ramudi Ariffin (1997) menyatakan:

Prinsip identitas ganda anggota Koperasi akan membentuk hubungan khusus antara anggota Koperasi dengan perusahaan Koperasi. Dalam hal ini hubungan-hubungan ekonomi akan menyangkut tiga pihak, yaitu: Anggota Koperasi (sebagai unit ekonomi), perusahaan Koperasi dan pasar.”

Dengan adanya peran identitas ganda tersebut Hanel (1989) dapat membedakan berbagai dimensi partisipasi anggota sebagai berikut:

a.  Dalam kedudukannya sebagai pemilik, para anggota :

– Memberikan kontribusinya terhadap pembentukan dan pertumbuhan perusahaan Koperasinya dan bentuk kontribusi keuangan (penyertaan modal atau saham, pembentukan cadangan, simpanan) dan melalui usaha-usaha pribadinya, demikian pula

   Dengan mengambil bagian dalam penetapan tujuan, pembuatan keputusan dan dalam proses pengawasan terhadap tata kehidupan Koperasinya.

b. Dalam kedudukannya sebagai pelanggan/pemakai, para anggota memenfaatkan berbagai potensi yang disediakan oleh perusahaan Koperasi dalam menunjang kepentingan-kepentingannya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB 4

Solusi untuk mengembangkan koperasi di Indonesia

Berdasarkan hal tersebut, maka koperasi harus mampu melakukan kegiatan-kegiatan usaha yang dapat memotivasi anggota untuk meningkatkan partisipasinya, baik dalam kedudukannya sebagai pelanggan maupun sebagai pemilik.

   

 Meningkatkan daya saing koperasi

         Mengingat telah berlakukanya ACFTA, kelemahan kondisi internal koperasi pada umumnya,  dan lingkungan persaingan yang makin dinamis, maka perlu perlu perubahan/ pengembangan cara pandang dalam pengelolaan koperasi. Dengan demikian, diharapkan  daya saing dan akan menjadi daya tarik bagi anggota maupun masyarakat. Pada akhirnya, tujuan koperasi  dapat diwujudkan dan dipertahankan keberlangsungannya. Secara garis besar, perubahan cara pandang (paradigma) dalam pengelolaan koperasi terkait peningkatan daya saing, dapat dilihat dalam  berikut

a.        Mengharmonisasikan 4P dengan 4C

        Saat ini,  perusahaan-perusahaan yang ingin bertahan hidup tidak dapat dilakukan  semata-mata hanya dengan mengandalkan  melakukan pekerjaan yang baik. Untuk dapat  bertahan hidup, mereka, termasuk di dalamnya perusahaan koperasi, harus melakukan pekerjaan yang baik sekali, sehingga konsumenpun tidak hanya puas saja, namun puas sekali. Pertumbuhan pasar  lambat, namun persaingannya sengit terjadi di dalam negeri dan di luar negeri. Konsumen, baik konsumen akhir maupun pembeli bisnis, berhadapan dengan banyak pemasok yang berusaha untuk memuaskan kebutuhan mereka ketika mereka memilih pemasok Penelitian telah menunjukkan, bahwa kunci bagi prestasi perusahaan yang menguntungkan adalah mengetahui dan memuaskan pelanggan sasaran dengan penawaran yang bersaing.  Pemasaran adalah salah satu fungsi perusahaan yang dibebani tugas untuk mendefinisikan pelanggan sasaran dan cara terbaik untuk memuaskan kebutuhan dan keingginan kompetitif yang menguntungkan.

       Instrumen-instrumen yang dapat digunanakan perusahaan untuk mencapai tujuan pemasarannya dikenal dengan istilah bauran pemasaran (marketing mix). Bauran pemasaran adalah seperangkat alat pemasaran yang digunakan perusahaan untuk mencapai tujuan dalam pasar sasaran (Kotler, 1997  )..Bauran pemasaran adalah salah satu konsep penting dalam pemasaran modern. Selanjutnya, McCarthy (dalam Kotler, 1997  ) mempopulerkan klasifikasi yang terdiri dari empat faktor yang disebut  4P yaitu : Produk (Product), Harga (Price), Distribusi (Place), dan Promosi (Promotion). Variabel-variabel tertentu setiap P harus dimplementasikan secara tepat.

         Bauran pemasaran (4P) menunjukkan pandangan perusahaan tentang kiat pemasaran yang ada untuk mempengaruhi konsumennya, namun dari sudut pandang konsumen, setiap kiat pemasaran harus memberi  manfaat bagi pembeli. Jadi 4P bagi perusahaan,  harus dirancang dan dikelola secara tepat sebagai tanggapan  dari variable 4C, yang bersumber dari konsumen. Gambaran hubungan antara variable-variabel 4P dan 4C secara singkat dapat digambarkan dalam hubungan sebagai berikut.:

 

Product –à pada dasarnya harus sesuai dengan kebutuhan dan keinginan

        konsumen (Customer Solution)

Price     à bagi anggota pada dasarnya merupakan biaya (Cost to the

       customer),    sehingga harus dirancang tepat dan murah

Promotion à bagi anggota pada dasarnya adalah bentuk komunikasi

       (Communication), sehingga harus sesuai dengan situasi dan

       kondisi   anggota agar dicapai komunikasi yang efektif.

Place    à bagi anggota,berkaitan dengan kemudahan untuk memperoleh

       pelayan   koperasi (Convenience)

 

           Sebetulnya dalam koperasi, yang pelanggannya dikenal dengan istilah captive market  (bahasa sederhananya, pasarnya sudah pasti), semestinya sudah tidak menemui kesulitan lagi untuk mendefinisikan pelanggan sasaran dan cara terbaik memuaskan kebutuhan pelanggannya. Namun fakta di lapangan menunjukkan bahwa koperasi kesulitan untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan pelanggan anggota. Artinya, koperasi kesulitan untuk mengharmonisasikan unsur 4P dan 4C. Rapat Anggota harus benar-benar efektif, sehingga dapat disusun program-progam pelayanan yang benar-benar berbasis pada keinginan anggota.

        Koperasi Wanita (Kopwan) Kartika Candra, Kabupaten Pasuruan, adalah salah satu contoh koperasi yang berhasil tumbuh dan berkembang dari bawah (bottom up). Segala kegiatannya selalu berorientasi kepada kepentingan dan pemenuhan kebutuhan anggota.  Kopwan ini mampu mewujudkan berdirinya kantor yang hamper 90 % diperoleh dari partisipasi anggota.

 

b.            Diferensiasi yang kompetitif

         Dalam persaingan monopolistik, para penjual bersaing melalui diferensiasi produk (perbedaan diantara produk mengenai antara lain kualitas, harga, lokasi, kemasan, iklan dan sebagainya) agar produk dapat di bedakan dengan produk yang di jual produsen lain lain. Persaingan monopolistik merujuk kepada organisasi pasar dimana terdapat banyak perusahaan yang menjual barang-barang yang hampir serupa tapi tidak sama (Salvatore, 1985).

           Koperasi harus mampu mengembangkan diferensiasi-diferensiasi kompetitif yang lain, tidak hanya mendasarkan pada efisiensi biaya (harga murah) saja. Jadi yang harus dipikirkan adalah, dengan cara apa koperasi bisa membedakan penawarannya dari para pesaing. Saatnya bagi koperasi untuk membentuk team kreatif yang mampu melahirkan diferensiasi-diferensiasi kompetitif.,

           Kotler (1997   ) mengkategorikan peralatan-peralatan untuk diferensiasi yang kompetitif,  yaitu : diferensiasi produk, diferensiasi ciri-ciri, diferensiasi pelayanan, diferensiasi personalia, dan diferensiasi citra. Berikut adalah penjelasan dari diferensiasi-diferensiasi tersebut.

 

a.      Diferensiasi produk

           Pada suatu keadaan tertentu, kita dihadapkan pada suatu produk yang sangat terstandarisasi sehingga memungkinkan sedikit variasi, seperti daging ayam, garam. Tetapi dalam beberapa hal, beberapa variasi alamiah (asli) masih memungkinkan. Misalnya garam, dikemas dengan kemasan yang menarik serta mengandung Iodium sebagaimana yang dibutuhkan oleh tubuh pemakainya.

 

b.      Diferensiasi ciri-ciri

          Ciri-ciri adalah karakteristik yang mendukung fungsi dasar suatu produk. Sebagian produk dapat ditawarkan dengan beberapa cirri-ciri. Perusahaan harus mempertimbangkan berapa banyak orang yang membutuhkan setiap cirri-ciri tertentu, berapa lama waktu yang diperlukan untuk setiap cirri itu diperkenalkan, apakah mudah bagi pesaing untuk meniru cirri tersebut, dan sebagainya. Beberapa karakteristik yang mendukung fungsi dasar suatu produk yang dapat dikelola oleh koperasi adalah: kinerja, peyesuaian (konformansi), tahan lam (durability), tahan uji (realibility), kemudahan perbaikan (repairability),  model (style), dan desain (kekuatan yang mengintegrasi).

 

c.      Diferensiasi pelayanan (service differentiation)

         Selain pembedaan dari produk fisiknya, koperasi dapat juga membedakan dari pelayanan lanjutannya. Kunci sukses persaingan sering terletak pada tambahan pelayan dan mutu. Variavel-variabel pelayanan termasuk di dalamnya adalah: pengiriman, pemasangan, pelatihan bagi pelanggan, pelayanan konsultasi, perbaikan dan pelayanan rupa-rupa.

        Kopwan Setia Bhakti Wanita, Surabaya, dengan 10.020 anggota (data 2009), asset Rp. 81,2 milyar dan volume usaha Rp. 101 ilyar (data tahun 2002), berhasil mengembangankan pola simpan pinjam dengan sistem tanggung renteng. Dampakanya bagi anggota adalah, koperasi mampu memenuhi kebutuhan anggota melalui KSP, interaksi antar anggota dan berkembangnya solidaritas antar anggota. Keberhasilan ini dilakukan salah satunya melalui kegiatan pelatihan bagi anggota antara lain, pelatihan dalam pengambilan keputusan, pelatihan tentang sistem tanggung renteng yang dilakukan secara periodik dan pelatihan-pelatihan lain yang berkaitan dengan pengembangan potensi.

         Dampak koperasi terhadap lingkungannya antara lain menjadi wadah belajar bagi koperasi lain dan menumbuhkan unit usaha baru. Hampir setiap bulan selalu ada saja institusi yang berkunjung ke Kopwan ini, baik  untuk meminta pelatihan atau untuk studi banding.   Sepert pada bulan Januari 2010, Kopwan mendapat kunjungan 200 siswa dan 18 guru dari SMKN I Bangkalan. Dalam waktu yang sama Kopwan juga mendapat kunjungan dari siswa  SD. 

 

d.      Diferensiasi personalia

         Keunggulan kompetitif bisa diperoleh  koperasi karena memperkerjakan  dan melatih orang-orangnya dengan lebih baik dibandingkan pesaingnya. Tenaga terdidik memiliki enam cirri yaitu: kompeten, sopan santun, kredibel, dapat diandalkan, cepat bereaksi terhadap keinginan pelanggan dan punya kemampuan berkomunikasi yang baik. Dadang Hawari mengkategorikan SDM yang unggul adalah SDM yang punya IQ, CQ, EQ dan SQ.

           Kopwan Kopinkra Sutra Ayu Kabupaten Pekalongan, sebagai koperasi sukses membangun silaturahmi yang sehat antara pengurus dengan anggotanya.  Melalui silaturahmi yang baik ini, masalah yang berkaitan dengan partisipasi anggota dapat diminimalisir.

 

 e.   Diferensiasi citra (Image differentiatioan)

           Citra adalah persepsi yang bertahan lama. Untuk mengembangkan  citra yang kuat terhadap suatu produk, merek atau perusahaan menuntut kreatifitas dan kerja keras.. Citra tidak dapat ditanamkan dalam pikiran masyarakat hanya dalam satu malam, atau dengan satu media saja. Apalagi untuk koperasi, dimana masih mempunyai citra yang tidak menguntungkan di masyarakat, seperti contohnya KUD, yang sering dipeleskan menjadi Ketua Untung Duluan. Walaupun tidak benar adanya,  dibutuhkan kerja keras untuk memperbaiki dan membangun      citranya.
         Citra harus ditanamkan dalam setiap alat komunikasi pada perusahaan dan dilakukan secara berulang-ulang.  Misalnya, pesan: comitted to you  selain ditulis dengan bahasa gaul committed  2 u agar selalu diingat, pesan ini harus digambarkan dalam simbol, media tertulis atau audio visual, suasana fisik perusahaannya, peristiwa-peristiwa dan para orang perorang . Koperasi harus percaya diri dengan mengunakan nama atau istilah yang atraktif.. Walaupun hanya merubah nama tokonya dari Tunas Dinamika menjadi TD Mart
, paling tidak KKBM Ikopin sudah berusaha melakukan perubahan, terlepas besar atau kecil signifikansinya pada volume transaksi.  Membangun citra memang tidak cukup hanya berganti nama saja.

          Kopwan Kopinkra Sutra Ayu Pekalongan, mempunyai motto Kepercayaan adalah Nyawa . Setiap bantuan modal yang diterima, dikembalikan tepat pada waktunya.  Kopwan Kencono Wungu,  Mojokerto dengan slogan kunci suksenya,

Sediakanlah waktu tertawa, karena tertawa itu musiknya jiwa. Kopwan Kartika Candra Pasuruan, dengan mottonya, Berjuang bersama meraih sukses. Sedangkan Kopwan Setia Bhakti Wanita Surabaya, mempunyai misi, Meningkatkan pelayanan koerasi dan kualitas sumber daya manusia untuk menumbuh kembangkan kehidupan yang lebih bertanggung jawab (mandiri) dan berkesinambungan.  Dengan prestasinya, kopwan-kopwan tersebut mempunyai citra positif di mata anggota dan masyarakat serta instansi terkait.

        Banyaknya cerita sukses kopwan yang diangkat, karena faktanya menunjukkan bahwa dengan keunikannya, banyak kopwan yang mampu mengelola organisasi dan perusahaan koperasi dengan baik.  Di Subang, pimpinan kepala daerahnya bertekad menjadikan daerah Subang sebagai kabupaten koperasi wanita terbesar di Jawa Barat atau bahkan di Indonesia (data 2010). Hal ini mengacu kepada banyaknya kaum perempuan di Kabupaten Subang yang menjadi anggota koperasi aktif.  Ada sedikitnya 150 Kopwan Lumbung ekonomi Desa (LED) dengan anggota mencapai 60.000 orang.

 

         Idealnya, perusahaan (dalam hal ini koperasi) mendiferensiasikan dirinya dalam beberapa dimensi. Perlu ditegaskan bahwa, strategi diferensiasi tidak berarti memungkinkan perusahaan untuk mengabaikan biaya, tetapi biaya bukanlah target  strategis yang utama (Porter, 1990). Paling tidak, aktifitas  menggali dan menciptakan diferensiasi harus tetap diupayakan secara kontinyu. Seperti judul buku yang ditulis oleh seorang pemilik perusahaan computer: The same is not my style.

 

 

   

   

 

 

 

  Tantangan koperasi pada masa datang

         Selama ini banyak orang, termasuk pengurus, pengawas maupun anggota koperasi, memiliki mainset bila koperasi merupakan organisasi sosial, lembaga penjamin stabilias harga, dan lainnya. Padahal dalam era ekonomi global sekarang, koperasi harus dapat berkembang modern dengan menerapkan kaidah ekonomi modern pula.

         Sebagaimana diketahui bahwa ACFTA yang mulai berlaku tahun 2010 berimplikasi luas terhadap usaha kecil dan menengah untuk bersaing dalam perdagangan bebas. Dalam hal ini, mau tidak mau KUKM dituntut untuk melakukan proses produksi dengan produktif dan efisien, serta dapat menghasilkan produk dan layanan yang sesuai dengan tuntutan pasar global. Untuk itu, KUKM perlu mempersiapkan diri agar mampu bersaing baik secara keunggulan komparatif maupun keunggulan kompetitif.

         Penerapan kebijakan-kebijakan yang selama ini digulirkan seperti paket-paket kebijakan perbaikan iklim investasi dan pemberdayaan KUKM, kebijakan countercyclical untuk menghadapi dampak krisis keuangan global, dan kebijakan debottlenecking belum mampu menunjukan peningkatan daya saing hasil industri Indonesia.  Sejak sepuluh tahun terakhir koperasi memang menunjukan kemunduran yang disebabkan oleh tatanan ekonimi baru dengan daya saing usaha masyarakat yang lemah dan tidak mampu bersaing alhasil menambah kemiskinan dan angka pengangguran (Rully Indrawan, 2010).
         Untuk menghadapi iklim persaingan demikian, siapapun, termasuk koperasi, harus mampu menciptakan competitive advantage. Dengan keunggulan daya saing tersebut, perusahaan (produk) akan dapat bertahan dan mampu menangkap peluang masa depan. Jika pelaku bisnis hanya sekedar memperebutkan dan bersaing di masa kini, hal itu tidak akan memberi manfaat dan keuntungan yang optimal, karena persaingan tersebut hanya terbatas dalam memperebutkan satu pangsa pasar yang tetap. Menurut Rully Indrawan (2010),  ACFTA sebenarnya sudah disepakati delapan tahun yang lalu, namun tidak ada pembenahan yang dilakukan untuk meningkatkan daya saing. Untuk itu, Dekopin harus mengambil langkah-langkah pembinaan koperasi untuk peningkatan daya saing.
        Usaha untuk meningkatkan daya saing adalah dengan meningkatkan kualitas produk dan dihasilkan. Walaupun penilaian kualitas suatu produk adalah penilaian yang subyektif oleh konsumen. Penilaian ini ditentukan oleh persepsi pada apa yang dikehendaki dan dibutuhkan oleh konsumen terhadap produk tersebut.

          Untuk meningkatkan kualitas produk agar sesuai dengan persepsi konsumen, produsen harus senantiasa melakukan perbaikan dan inovasi terhadap produk mereka secara berkelanjutan. Idealnya, kekuataan potensial yang dimiliki perusahaan dapat berupa kekuatan yang berhubungan dengan adanya unsur-unsur : skala ekonomi, mempunyai posisi tawar yang baik, dapat memanfaatan keterkaitan pasar, dan biaya transaksi yang optimal. Skala ekonomi diperoleh dengan mengantisipasi tingkat penjualan yang cocok dengan  meminimumkan skala efisien. Bargaining position positif di pasar ditempuh agar dalam persaingan pasar bisa dipertahankan harga jual barang dengan memperhatikan gerak para pesaingnya.

         Agar perusahaan mampu bersaing perusahan harus melakukan orientasi pasar agar mampu unggul bersaing didalam persaingan pasar. Keunggulan tersebut dimiliki organisasi koperasi karena beberapa hal diantaranya :
1. Untuk mencapai skala ekonomi dengan mengatur tingkat volume produksi-

    bersama.
2. Mengkoordinasi   biaya transaksi
3. Mengadakan kesepakatan harga jual produk demi menarik konsumen dalan

    hal  posisi koperasi  di   pasar.
         Koperasi mempunyai dua pasar:, yaitu internal market dan external market
Pada internal market, arah penyaluran barang koperasi ditunjukan kepada para anggotanya. Sedangkan pada external market,  pasar yang dituju adalah di luar anggota atau untuk umum. Dengan melayani dua pasar tersebut, secara makro koperasi diharapkan mampu memberikan kontribusi signifikan dalam perekonomian nasional.

          Dalam tatanan perekonomian nasional, koperasi Indonesia pada dasarnya mempunyai fungsi yang sarat dengan misi pembangunan, terutama terwujudnya pemerataan. Koperasi Indonesia merupakan bagian integral dari sistem pembangunan nasional Indonesia. Dari kerangka pendekatan dan pemikiran yang bersifat integral ini, maka jelaslah bahwa koperasi Indonesia adalah suatu badan usaha yang seharusnya dapat bergerak di bidang usaha apa saja sepanjang orientasinya adalah untuk meningkatkan usaha golongan ekonomi lemah. Koperasi ini pada gilirannya akan memberikan dampak berupa peningkatan kesejahteraan mereka.

         Orientasi usaha seperti itulah yang merupakan salah satu ciri sosial dari koperasi yang membedakannya dengan badan usaha lainnya. Dalam hubungan ini perlu juga adanya kejelasan terhadap pendapat bahwa karena koperasi harus melayani yang lemah dan kecil, maka usaha koperasi tidak dapat menjadi besar. Pendapat demikian ini adalah keliru, karena justru untuk memperoleh kelayakan usahanya, setiap koperasi harus didorong dan dikembangkan menjadi besar dengan menghimpun kekuatan ekonomi dari mereka yang lemah dan kecil-kecil. Memang perlu ditegaskan bahwa besarnya usaha koperasi seperti di atas bukanlah tujuan, tetapi hanya merupakan dampak dari suatu upaya untuk dapat mengembangkan dirinya secara efektif dan efisien. 

        Tolok ukur perkembangan koperasi Indonesia bukan saja besar atau kecilnya volume usaha atau sumbangannya dalam pertumbuhan ekonomi. Yang menjadi ukuran koperasi Indonesia adalah sejauh mana usaha koperasi itu terkait dengan usaha anggotanya terutama golongan ekonomi lemah, dan pada gilirannya dapat menghasilkan manfaat sebesar-besarnya dalam proses peningkatan kesejahteraan mereka. Dengan perkataan lain yang diukur adalah sumbangannya secara langsung dalam proses melaksanakan fungsi pemerataan. Dengan cara pandang demikian koperasi yang memiliki usaha kecil, namun terkait dengan kegiatan usaha para anggotanya akan memiliki bobot kualitas yang lebih tinggi dibanding dengan koperasi yang memiliki usaha besar tetapi tidak terkait dengan kegiatan usaha atau kepentingan para anggotanya.  Tugas utama koperasi adalah tetap berusaha meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran anggotanya

 

 

Kesimpulan

            Sebagai suatu sistem ekonomi, koperasi memiliki karakteristik sosialis dan liberalis, dimana karakter sosialis cenderung lebih dominan. Karakter koperasi ini nampaknya tidak berbeda dengan karakter budaya bangsa Indonesia, karena koperasi pada dasarnya memang merupakan kristalisasi dari budaya sosial-ekonomi bangsa Indonesia. Dengan karakternya tersebut, koperasi memiliki keunggulan untuk menjadi solusi permasalahan perekonomian bangsa Indonesia. Oleh karena itu, apabila sistem ekonomi koperasi diterapkan secara konsekuen dan berkelanjutan, insyaAllah permasalahan ekonomi yang sampai saat ini masih membelenggu bangsa Indonesia, secara perlahan-lahan akan dapat teratasi.     

            Demikian sekelumit paparan tulisan yang mencoba mengaitkan koperasi dengan permasalahan ekonomi di Indonesia. Mudah-mudah tulisan ini dapat menjadikan wacana bagi kita semua untuk mengingat dan menengok kembali koperasi sebagai suatu kekuatan ekonomi yang berada di negeri ini. Kekuatan ekonomi yang diharapkan mampu memecahkan permasalahan ekonomi bangsa Indonesia

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Bonus, Holgen, 1986. The Cooperative Association as a Business Entreprise : A

study in the Economics of Transcaction, Journal of Institituional and Theoritical Economics 142, 310-339

Deal, Terrence and Allen Kenneddy, 1982. Corporate Culture : The Ritus and

Ritual of Corporate Life, Penguin Book, England.

Hatta, Mohamad, 1977 Cita-Cita Koperasi dalam Pasal 33 UUD 1945, dalam Sri

Edi Swasono (ed) 1987. Sistem Ekonomi dan Demokrasi Ekonomi, UI Press Jakarta

Porter, Michael E., 1990. Strategi Bersaing : Teknik Menganalisis Industri dan

Pesaing  (alih bahasa Agus Maulana), Erlangga, Jakarta

Raharja, Sam’un Jaja. 1997. Identifikasi Identitas Perusahaan Koperasi : Studi

pada Koperasi-Koperasi Primer di Kotamadya Bandung. Tesis Universitas Indonesia

Wirasasmita, Yuyun, 1993. Sejarah, Falsafah, Landasan Pemikiran dan Sendi

Dasar Koperasi, Makalah, Diklatsar Kopma Unpad

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian

 

 

 

 

 

 

 


.

[2] Namun demikian, menurut Soetrisno (2001), pengorganisasian koperasi tidak lagi taat pada penjenisan koperasi sesuai prinsip dasar pendirian koperasi atau insentif terhadap koperasi. Keadaan ini menimbulkan kesulitan pada pengembangan aliansi bisnis maupun pengembangan usaha koperasi kearah penyatuan vertikal maupun horizontal. Oleh karena itu jenjang pengorganisasian yang lebih tinggi harus mendorong kembalinya pola spesialisasi koperasi..

 

 

 

 

Pos ini dipublikasikan di Uncategorized. Tandai permalink.

Tinggalkan komentar