MEMBERDAYAKAN EKONOMI KERAKYATAN MELALUI GERAKAN KOPERASI

Image

 

 

 

TUGAS SOFTSKILL EKONOMI KOPERASI

“MEMBERDAYAKAN EKONOMI KERAKYATAN MELALUI GERAKAN KOPERASI”

 

 

DISUSUN: HARIS ANDRIANTO

NPM: 13212320

KELAS : 2EA28

 

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS GUNADARMA

 

 

 

KATA PENGANTAR

 

 

            Puji syukur kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan karunianyalah saya dapat menyelesaikan tugas makalah Ekonomi Koperasi ini tepat pada waktunya. Tugas tulisan dengan judul “MEMBERDAYAKAN EKONOMI KERAKYATAN MELALUI GERAKAN KOPERASI “ ini disusun sebagai salah satu tugas perorangan pada mata kuliah softskill ekonomi koprasi UNIVERSITAS GUNADARMA.

            Dalam menyusun tugas makalah ini, saya banyak menerima bantuan baik berupa nasehat, dan petunjuk dari berbagai pihak.Dalam kesempatan ini, saya ingin menyampaikan banyak terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang sudah banyak membantu dalam menyelesaikan tugas makalah ini.

            Akhir kata, saya mengucapkan terima kasih dan menyadari masih banyak kekurangan dari apa yang saya kerjakan disana sini, untuk itu saya mengharapkan kritikan dan saran yang bersifat membangun agar kedepannya menjadi lebih bagus dan sempurna.

 

 

 

 

 

 

 

Bekasi, 22 october 2013

 

 

 

                                                                                                                                                                                    Haris Andrianto

 

 

 

 


PENDAHULUAN

 

 

Latar Belakang

Koperasi merupakan suatu bentuk usaha yang bercirikan kebersamaan atau berasaskan kekeluargaan. Di Indonesia koperasi bergerak di berbagai bidang untuk tercapainya kesejahteraan masyarakat, salah satunya di bidang pertanian. Mengingat sebagian besar penduduk Indonesia bermata pencaharian sebagai petani maka salah satu jenis koperasi yang cukup menonjol adalah Koperasi Unit Desa.

Sistem Informasi Manajemen merupakan salah satu bidang yang dibutuhkan dalam suatu organisasi termasuk koperasi. Dalam menjalankan roda organisasi diperlukan suatu sistem yang mengatur jalannya informasi karena dengan berkomunikasi maka segala sesuatu menjadi jelas. Koperasi yang mempunyai banyak stakeholders juga tentunya membutuhkan Sistem Informasi Manajemen sebagai sarana komunikasi antar stakeholders tersebut.

 

DAFTAR ISI

 

PERMASALAHAN

  1. PENGANTAR……………………………………………………………………………………………………………………………………2
  2. KOPERASI SEBAGAI PENJELMAAN EKONOMI RAKYAT.…………………………………………………………………………………..3
  3. CITRA DAN PERAN KOPERASI DI BERBAGAI NEGARA…………………………………………………………………………………..3
  4. MEMBERDAYAKAN KOPERASI “ MENGGALI KEY SUCCES FACTOR”……..………………………………………………………….5

UMKM ”USAHA MIKRO ,KECIL DAN MENENGAH” 

  1. RENDAHNYA PRODUKTIFITAS………………………………………………………………………………………………………………9
  2. TERBATASNYA AKSES “UMKM” KEPADA SUMBER DAYA PRODUKTIF………………………………………………………………..10
  3. MASIH RENDAHNYA KUALITAS KELEMBAGAAN DAN ORGANISASI KOPERASI……………………………………………………..11
  4. TERTINGGALNYA KINERJA KOPERASI DAN KURANG BAIKNYA CITRA KOPRASI………………………………………………….11
  5. KURANG KONDUSIFNYA IKLIM USAHA…………………………………………………………………………………………………..12
    1. SASARAN…………………………………………………………………………………………………………………………….13
    2. SASARAN UMUM PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN ”UMKM” DALAM LIMA TAHUN MENDATANG…………………………………………………………………………………………………………………………14
    3. ARAH KEBIJAKAN…………………………………………………………………………………………………………………….14

PROGRAM-PROGRAM PEMBANGUNAN

  1. PROGRAM PENCIPTAAN IKLIM USAHA BAGI “UMKM”…………………………………………………………………………………….16
    1. PROGRAM INI MEMUAT KEGIATAN-KEGIATAN POKOK…………………………………………………………………………….16
    2. PROGRAM PENGEMBANGAN SISTEM PENDUKUNG USAHA BAGI UMKM………………………………………………………..17
      1. KEGIATAN-KEGIATAN POKOK DARI PROGRAM………………………………………………………………………………17

 

  1. PROGRAM PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN DAN KEUNGGULAN KOMPETITIF “UMKM”……………………………………………………………………………………………………………………………………………..18
  2. PROGRAM PEMBERDAYAAN USAHA SKALA MIKRO…………………………………………………………………………………………..19
  3. PROGRAM PENINGKATAN KUALITAS KELEMBAGAAN KOPERASI……………………………………………………………………………20

KESIMPULAN……………………………………………………………………………………………………………………………………………..23

  1. SARAN………………………………………………………………………………………………………………………………………………24

 

 

PERMASALAHAN

 

Ekonomi kerakyatan sebagai suatu sistem ekonomi yang memberikan pemihakan kepada pelaku ekonomi lemah kiranya pantas mendapatkan prioritas utama penanganan. Hal ini bukan saja karena ekonomi kerakyatan memiliki pijakan konstitusional yang kuat, namun juga karena ia gayut langsung dengan nadi kehidupan rakyat kecil yang secara obyektif perlu lebih diberdayakan agar mampu menjadi salah satu ‘engine’ bagi peningkatan kesejahteraan rakyat (social welfare) dan sekaligus alat ampuh untuk lebih memeratakan ‘kue pembangunan’ sejalan dengan program pengentasan kemiskinan (poverty alleviation).

 

  1. PENGANTAR

Krisis moneter yang melanda beberapa negara di kawasan Asia (Korea, Thailand, Indonesia, Malaysia) pada tahun 1997 setidaknya menjadi saksi sejarah dan sekaligus memberikan pelajaran sangat berharga bahwa sesungguhnya pengembangan ekonomi bangsa yang berbasis konglomerasi itu rentan terhadap badai krisis moneter. Sementara itu, pada saat yang sama kita dapat menyaksikan bahwa ekonomi kerakyatan (diantara mereka adalah koperasi), yang sangat berbeda jauh karakteristiknya dengan ekonomi konglomerasi, mampu menunjukkan daya tahannya terhadap gempuran badai krisis moneter yang melanda Indonesia.

Pada sisi lain, era globalisasi dan perdagangan bebas yang disponsori oleh kekuatan kapitalis membawa konsekuensi logis antara lain semakin ketatnya persaingan usaha diantara pelaku-pelaku ekonomi berskala internasional. Banyak pihak mengkritik, antara lain Baswir (2003), bahwa konsep perdagangan bebas cenderung mengutamakan kepentingan kaum kapitalis dan mengabaikan perbedaan kepentingan ekonomi antara berbagai strata sosial yang terdapat dalam masyarakat.

Dalam sistem perdagangan bebas tersebut, perusahaan-perusahaan multi nasional yang dikelola dengan mengedepankan prinsip ekonomi yang rasional, misalnya melalui penerapan prinsip efektifitas, efisiensi dan produktifitas akan berhadapan dengan, antara lain, koperasi yang dalam banyak hal tidak sebanding kekuatannya. Oleh karena itu agar tetap survive, maka koperasi yang oleh Anthony Giddens (dalam Rahardjo, 2002) dipopulerkan sebagai the third way, perlu diberdayakan dan melakukan antisipasi sejak dini, apakah dengan membentuk jaringan kerjasama antar koperasi dari berbagai negara, melakukan merger antar koperasi sejenis, atau melakukan langkah antisipatif lainnya.

2.  Koperasi Sebagai Penjelmaan Ekonomi Rakyat

Dalam konteks ekonomi kerakyatan atau demokrasi ekonomi, kegiatan produksi dan konsumsi dilakukan oleh semua warga masyarakat dan untuk warga masyarakat, sedangkan pengelolaannya dibawah pimpinan dan pengawasan anggota masyarakat sendiri (Mubyarto, 2002). Prinsip demokrasi ekonomi tersebut hanya dapat diimplementasikan dalam wadah koperasi yang berasaskan kekeluargaan.

Secara operasional, jika koperasi menjadi lebih berdaya, maka kegiatan produksi dan konsumsi yang jika dikerjakan sendiri-sendiri tidak akan berhasil, maka melalui koperasi yang telah mendapatkan mandat dari anggota-anggotanya hal tersebut dapat dilakukan dengan lebih berhasil. Dengan kata lain, kepentingan ekonomi rakyat, terutama kelompok masyarakat yang berada pada aras ekonomi kelas bawah (misalnya petani, nelayan, pedagang kaki lima) akan relatif lebih mudah diperjuangkan kepentingan ekonominya melalui wadah koperasi. Inilah sesungguhnya yang menjadi latar belakang pentingnya pemberdayaan koperasi.

3.  Citra dan Peran Koperasi di Berbagai Negara

Secara obyektif disadari bahwa disamping ada koperasi yang sukses dan mampu meningkatkan kesejahteraan anggotanya, terdapat pula koperasi di Indonesia (bahkan mungkin jauh lebih banyak kuantitasnya) yang kinerjanya belum seperti yang kita harapkan. Koperasi pada kategori kedua inilah yang memberi beban psikis, handycap dan juga ‘trauma’ bagi sebagian kalangan akan manfaat berkoperasi.

Oleh karena itu, disini perlu dipaparkan beberapa contoh untuk lebih meyakinkan kita semua bahwa sesungguhnya sistem koperasi mampu untuk mengelola usaha dengan baik, menyejahterakan anggotanya dan sekaligus berfungsi sebagai kekuatan pengimbang (countervailing power) dalam sistem ekonomi.

Koperasi di Jerman, misalnya, telah memberikan kontribusi nyata bagi perekonomian bangsa, sebagaimana halnya koperasi-koperasi di negara-negara skandinavia. Koperasi konsumen di beberapa negara maju, misalnya Singapura, Jepang, Kanada dan Finlandia mampu menjadi pesaing terkuat perusahaan raksasa ritel asing yang mencoba masuk ke negara tersebut (Mutis, 2003). Bahkan di beberapa negara maju tersebut, mereka berusaha untuk mengarahkan perusahaannya agar berbentuk koperasi. Dengan membangun perusahaan yang berbentuk koperasi diharapkan masyarakat setempat mempunyai peluang besar untuk memanfaatkan potensi dan asset ekonomi yang ada di daerahnya.

Di Indonesia, menurut Ketua Umum Dekopin, saat ini terdapat sekitar 116.000 unit koperasi (Kompas, 2004). Ini adalah suatu jumlah yang sangat besar dan potensial untuk dikembangkan. Seandainya dari jumlah tersebut terdapat 20-30% saja yang kinerjanya bagus, tentu peran koperasi bagi perekonomian nasional akan sangat signifikan.

Sementara itu di Amerika Serikat jumlah anggota koperasi kredit (credit union) mencapai sekitar 80 juta orang dengan rerata simpanannya 3000 dollar (Mutis, 2001). Di Negara Paman Sam ini koperasi kredit berperan penting terutama di lingkungan industri, misalnya dalam pemantauan kepemilikan saham karyawan dan menyalurkan gaji karyawan. Begitu pentingnya peran koperasi kredit ini sehingga para buruh di Amerika Serikat dan Kanada sering memberikan julukan koperasi kredit sebagai people’s bank, yang dimiliki oleh anggota dan memberikan layanan kepada anggotanya pula.

Di Jepang, koperasi menjadi wadah perekonomian pedesaan yang berbasis pertanian. Peran koperasi di pedesaan Jepang telah menggantikan fungsi bank sehingga koperasi sering disebut pula sebagai ‘bank rakyat’ karena koperasi tersebut beroperasi dengan menerapkan sistem perbankan (Rahardjo, 2002).

Contoh lain adalah perdagangan bunga di Belanda. Mayoritas perdagangan bunga disana digerakkan oleh koperasi bunga yang dimiliki oleh para petani setempat. Juga Koperasi Sunkis di California (AS) yang mensuplai bahan dasar untuk pabrik Coca Cola, sehingga pabrik tersebut tidak perlu membuat kebun sendiri. Dengan demikian pabrik Coca Cola cukup membeli sunkis dari Koperasi Sunkis yang dimiliki oleh para petani sunkis (Mutis, 2001). Di Indonesia, banyak juga kita jumpai koperasi yang berhasil, misalnya GKBI yang bergerak dalam bidang usaha batik, KOPTI yang bergerak dalam bidang usaha tahu dan tempe (Krisnamurthi, 2002), Koperasi Wanita Setia Bhakti Wanita di Surabaya, dan KOSUDGAMA di Yogyakarta untuk jenis koperasi yang berbasis di perguruan tinggi, dan masih banyak contoh lagi.

4.    Pemberdayaan Koperasi: Menggali Key Success Factor

Mengkaji kisah sukses dari berbagai koperasi, terutama koperasi di Indonesia, kiranya dapat disarikan beberapa faktor kunci yang urgent dalam pengembangan dan pemberdayaan koperasi. Diantara faktor penting tersebut, antara lain:

a.     Pemahaman pengurus dan anggota akan jati diri koperasi (co-operative identity) yang antara lain dicitrakan oleh pengetahuan mereka terhadap ‘tiga serangkai’ koperasi, yaitu pengertian koperasi (definition of co-operative), nilai-nilai koperasi (values of co-operative) dan prinsip-prinsip gerakan koperasi (principles of co-operative) (International Co-operative Information Centre, 1996). Pemahaman akan jati diri koperasi merupakan entry point dan sekaligus juga crucial point dalam mengimplementasikan jati diri tersebut pada segala aktifitas koperasi. Sebagai catatan tambahan, aparatur pemerintah terutama departemen yang membidangi masalah koperasi perlu pula untuk memahami secara utuh dan mendalam mengenai perkoperasian, sehingga komentar yang dilontarkan oleh pejabat tidak terkesan kurang memahami akar persoalan koperasi, seperti kritik yang pernah dilontarkan oleh berbagai kalangan, diantaranya oleh Baga (2003).

b.    Dalam menjalankan usahanya, pengurus koperasi harus mampu mengidentifikasi kebutuhan kolektif anggotanya (collective need of the member) dan memenuhi kebutuhan tersebut. Proses untuk menemukan kebutuhan kolektif anggota sifatnya kondisional dan lokal spesifik. Dengan mempertimbangkan aspirasi anggota-anggotanya, sangat dimungkinkan kebutuhan kolektif setiap koperasi berbeda-beda. Misalnya di suatu kawasan sentra produksi komoditas pertanian (buah-buahan) bisa saja didirikan koperasi. Kehadiran lembaga koperasi yang didirikan oleh dan untuk anggota akan memperlancar proses produksinya, misalnya dengan menyediakan input produksi, memberikan bimbingan teknis produksi, pembukuan usaha, pengemasan dan pemasaran produk.

c.     Kesungguhan kerja pengurus dan karyawan dalam mengelola koperasi. Disamping kerja keras, figur pengurus koperasi hendaknya dipilih orang yang amanah, jujur serta transparan.

d.    Kegiatan (usaha) koperasi bersinergi dengan aktifitas usaha anggotanya.

e.     Adanya efektifitas biaya transaksi antara koperasi dengan anggotanya sehingga biaya tersebut lebih kecil jika dibandingkan biaya transaksi yang dibebankan oleh lembaga non-koperasi.

Koperasi di Indonesia, menurut UU tahun 1992, didefinisikan sebagai badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip-prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan. Di Indonesia, prinsip koperasi telah dicantumkan dalam UU No. 12 Tahun 1967 dan UU No. 25 Tahun 1992. Prinsip koperasi di Indonesia kurang lebih sama dengan prinsip yang diakui dunia internasional dengan adanya sedikit perbedaan, yaitu adanya penjelasan mengenai SHU (Sisa Hasil Usaha).

Ekonomi Kerakyatan dalam arti yang lebih luas mencakup kehidupan petani, nelayan, pedagang asongan, tukang ojek dan pedagang kaki lima, yang kepentingan-kepentingan ekonominya selalu dapat lebih mudah dibantu atau diperjuangkan melalui koperasi. Kepentingan-kepentingan ekonomi rakyat seperti inilah yang kurang mendapat perhatian oleh pengambil kebijakan ekonomi. Ekonomi rakyat seperti ini dapat dikategorikan sebagai bisnis tetapi sesunguhnya merupakan kegiatan hidup sehari-hari yang sama sekali bukan kegiatan bisnis yang mengejar untung.

Hal ini dibuktikan dari kehidupan rakyat kecil makin berat karena penduduk desa yang tidak memiliki tanah harus bekerja pada kebun-kebun milik pemerintah yang menjadi semacam pajak. Produksi pangan rakyat merosot dan timbul kelaparan di berbagai tempat. Dengan demikian kalau konsep Ekonomi kerakyatan ini benar-benar bangkit maka secara otomatis mata pencaharian sebagian besar rakyat memiliki daya tahan tinggi terhadap ancaman dan goncangan-goncangan harga internasional. Pada saat terjadi depresi dimana lemahnya bangkitan ekonomi kerakyatan di Indonesia.

Kini Wadah koperasi yang di bentuk di kampung-kampung merupakan sebuah wadah untuk memperkuat ekonomi kerakyatan. Ekonomi rakyat terutama yang dikampung dapat diperkuat melalui wadah Koperasi. Wadah koperasi ini mempunyai peran yang sangat besar dalam membuka kesempatan dan peluang usaha masyarakat di kampung, selain sebagai agen pendistribusian hasil-hasil produk masyarakat, dan media penyedia barang-barang konsumsi. Wadah ini juga sebagai sebuah kegiatan produksi dan konsumsi yang apabila dikerjakan sendiri-sendiri tidak akan berhasil, tetapi melalui organisasi koperasi yang menerima tugas dari anggota untuk memperjuangkannya dapat berhasil.

Ekonomi Rakyat adalah usaha ekonomi yang tegas tidak mengejar keuntungan tunai, tetapi dilaksanakan hanya untuk memperoleh pendapatan bagi pemenuhan kebutuhan keluarga secara langsung untuk memenuhi kebutuhan pangan, sandang, papan, dan kebutuhan-kebutuhan keluarga lain dalam arti luas, yang semuanya mendesak dipenuhi dalam rangka merubah pola kultural masyarakat untuk berpikir secara produktif dan pada akhirnya ekonomi masyarakat dapat bangkit dan tersedia sebuah wadah koperasi yang sangat membantu perekonomian masyarakatnya.

Ekonomi kerakyatan merupakan tata laksana ekonomi yang bersifat kerakyatan yaitu penyelenggaraan ekonomi yang memberi dampak kepada kesejahteraan rakyat kecil dan kemajuan ekonomi rakyat yaitu keseluruhan aktivitas perekonomian yang dilakukan oleh rakyat kecil. Ekonomi kerakyatan lebih menunjuk pada sila ke-4 Pancasila, yang menekankan pada sifat demokratis sistem ekonomi Indonesia. Dalam demokrasi ekonomi Indonesia, produksi tidak hanya dikerjakan oleh sebagian warga tetapi oleh semua warga masyarakat, dan hasilnya dibagikan kepada semua anggota masyarakat secara adil dan merata, seperti yang telah dijelaskan dalam UUD 1945  pasal 33. Kunci kemajuan dari ekonomi nasional di masa depan adalah ekonomi kerakyatan dan ekonomi pancasila merupakan aturan main semua pelaku ekonomi.

Sistem  Ekonomi kerakyatan memiliki fungsi yang kuat dalam membantu masyarakat karena langsung berhubungan dengan urat nadi kehidupan masyarakat. Sistem ekonomi kerakyatan perlu lebih diberdayakan agar mampu menjadi salah satu mesin bagi peningkatan kesejahteraan rakyat dan sekaligus alat ampuh untuk lebih memeratakan ‘pembangunan’ sejalan dengan program pengentasan kemiskinan. System ekonomi kerakyatan di Indonesia memang masih belum terlaksana dengan baik. Oleh karena itu pemerintah mengupayakan untuk mendirikan koperasi sebagai wadah dalam memperlancar perekonomian rakyat.

Sebenarnya, ekonomi kerakyatan merupakan symbol dari suatu system yang memiliki dampak terhadap perilaku ekonomi yang memang masih rendah dan memang layak untuk mendapatkan prioritas utama penanganan pemerintah. Sebagaimana diketahui, perbedaan koperasi dari perusahaan perseroan terletak pada diterapkannya prinsip keterbukaan bagi semua pihak yang mempunyai kepentingan dalam lapangan usaha yang dijalankan oleh koperasi untuk turut menjadi anggota koperasi.

Sistem Ekonomi kerakyatan dapat diperkuat dengan adanya koperasi, dengan adanya koperasi kegiatan produksi dan konsumsi yang apabila dikerjakan sendiri-sendiri tidak akan berhasil, tetapi melalui organisasi koperasi yang menerima tugas dari anggota untuk memperjuangkannya ternyata dapat berhasil. Sistem Ekonomi kerakyatan merupakan usaha ekonomi yang tegas-tegas tidak mengejar keuntungan tunai, tetapi dilaksanakan untuk sekedar memperoleh pendapatan bagi pemenuhan kebutuhan keluarga secara langsung untuk memenuhi kebutuhan pangan, sandang, papan, dan kebutuhan-kebutuhan keluarga lain dalam arti luas, yang semuanya mendesak dipenuhi dalam rangka pelaksanaan pekerjaan para anggota koperasi.

Tujuan utama dalam penyelenggaraan system ekonomi kerakyatan melalui gerakan koperasi adalah untuk mewujudkan keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia ( sebagaimana telah tercantum dalam sila ke-5 ) melalui peningkatan kemampuan masyarakat terhadap pengendaliannya roda perekonomian di Indonesia. Apabila setiap pelaku ekonomi menerapkannya, kemungkinan tersedianya peluang kerja dan penghidupan yang layak baik dari segi perekonomian bawah dapat diatasi dengan baik. Adanya jaminan social bagi anggota masyarakat yang membutuhkan terutama fakir miskin dan anak-anak yang terlantar. Yang lebih penting adalah terselenggaranya system belajar mengajar bagi setiap anggota masyarakat.

 

UMKM ( USAHA MIKRO, KECIL ,DAN MENENGAH)

Perkembangan usaha mikro , kecil dan menengah (UMKM) dan koperasi memiliki potensi yang besar dalam meningkatkan taraf hidup rakyat banyak, hal ini ditujukan oleh keberadaan UMKM dan koperasi yang telah mencerminkan wujud nyata kehidupan social dan ekonomi bagian terbesar dari rakyat indonesia. Peran UMKM yang besar ditunjukan oleh kontribusinya terhadap produksi nasional, jumlah unit usaha dan pengusaha, serta penerapan tenaga kerja. Kontribusi UMKM dalam PDB pada tahun 2003 adalah sebesar 56,7 % dari total PDB nasional , terdiri dari kontribusi usaha, mikro dan kecil sebesar 41,1% dan sekala menengah sebesar 15,6 %. Atas dasar harga konstan tahun1993, laju pertumbuhan PDB UMKM pada tahun 2003 tercatat sebesar 4,6 % atau tumbuh lebih cepat dari pada PDB nasional yang tercatat sebesar 4,1 % . sementara pada tahun yang sama , jumlah UMKM adalah sebanyak 42,4 juta unit usaha atau 99,9% dari jumlah seluruh unit usaha yang bagian terbesarnya berupa usaha sekala mikro, UMKM tersebut dapat menyerap lebih dari 79,0 juta tenaga kerja atau 99,5% dari jumlah tenaga kerja, meliputi usaha mikro dan kecil sebanyak 70,3 juta tenaga kerja dan usaha menengah sebanyak 8,7 juta tenaga kerja. UMKM berperan besar dalam penyediaan tenaga kerja

  1. 1.  RENDAHNYA PRODUKTIFITAS

Perkembangan yang meningkat dari segi kuantitas tersebut belum diimbangi dengan peningkatan kualitas UMKM yang memadai khususnya skal usaha mikro. Masalah yang masih di hadapi adalah rendahnya produktifitas, sehingga menimbulkan kesenjangan yang sangat lebar antar pelaku usaha kecil, menengah dan besar. Atas dasar harga konstan tahun 1993,   produktifitas per unit usaha selama periode 2000-2003 tidak menunjukan perkembangan yang berarti, yaitu produktifitas usaha mikro dan kecil sekitar 4,3 juta per unit usaha per tahun dan usaha menengah sebesar 1,2 miliar, sementara itu produktifitas per unit uaha besar telah mencapai 82,6 milliar, demikian pula dengan perkembangan produktifitas per tenaga kerja usaha mikro dan kecil serta usaha menengah belum menunjukan perkembangan yang berarti masing- berkisar 2,6 juta dan 8,7 juta, sedangkan produktifitas pertenaga kerja usaha besar telah mencapai 423 juta.

Kinerja seperti itu berkaitan dengan:

(A)   Rendahnya kualitas sumber daya manusia UMKM khususnya dalam bidang manajemen, organisasi, penguasaan teknoligi, dan pemasaran, dan

(B)   Rendahnya kompetensi kewirausahaan UMKM. Peningkatan produktifitas UMKM sangat diperlukan untuk mengatasi ketimpangan antar pelaku, antara golongan pendapatan dan antar daerah

 

  1. 2.   Terbatasnya akses UMKM kepada sumber daya produktif

      Akses kepada sumber daya produktif terutama terhadap permodalan, teknologi, informasi dan pasar. Dalam hal pendanaan , produk jasa lembaga keuangan sebagian besar masih berupa kredit modal kerja, sedangkan untuk kredit investasi sangat terbatas bagi UMKM keadaan ini sulit untuk meningkatkan kapasitas usaha atau pun mengembangkan produk-produk yang bersaing. Disamping persyaratan pinkamanya juga tidak mudah dipenuhi, seperti jumlah jaminan meskipun usahanya layak, maka dunia perbankan yang merupakan sumber pendanaan terbesar masih memandang UMKM sebagai kegiatan yang beresiko tinggi. Pada tahun 2003, untuk sekala jumlah pinjaman dari perkembangan sampai dengan RP 50 juta, terserap hanya sekitar 24persen ke sector produktif, selebihnya terserap ke sector konsumtif.

      Bersamaan dengan itu, penguasaan teknologi, manajemen, informasi dan pasar masih jauh dari memadai dan relative memerlukan biaya yang besar untuk dikelola secara mandiri oleh UMKM sementara ketersediaan lembaga yang menyediakan jasa di bidang tersebut juga sangat terbatas dan tidak merata ke seluruh daerah, peran masyarakat dan dunia usaha dalam pelayanan kepada UMKM juga belum berkembang, karena pelayanan kepada UMKM masih dipandang kurang menguntungkan

  1. 3.  Masih rendahnya kualitas kelembagaan dan organisasi koperasi

            Sementara itu sampai dengan akhir tahun 2003, jumlah koperasi mencapai 123 ribu unit, dengan jumlah anggota sebanyak 27,3 juta orang, meskipun jumlahnya cukup besar dan terus menerus meningkat , kinerja koperasi masih jauh dari yang diharapkan. Sebagai contoh, jumlah koperasi yang aktif pada tahun 2003 adalah sebanyak 93,8 ribu unit atau hanya sekitar 76% dari koperasi yang ada.

            Diantara koperasi yang aktif tersebut , hanya 44,7 ribu koperasi atau kurang dari 48% yang menyelengarakan rapat anggota tahunan(RAT), ssalah satu organisasi yang merupakan lembaga(FORUM) pengambilan keputusan tertinggi dalam organisasi koperasi, selain itu secara rata-rata baru 27% koperasi aktif yang memiliki manajer koperasi.

 

 

  1. Tertinggalnya kinerja koperasi dan kurang baiknya citra koperasi.

Kurangnya pemahaman tentang koperasi sebagai badan usaha yang memiliki struktur kelembagaan (struktur organisasi, struktur kekuasaan, dan struktur insentif) yang unik/khas dibandingkan badan usaha lainnya, serta kurang memasyarakatnya informasi tentang praktek-praktek berkoperasi yang benar (best practices) telah menimbulkan berbagai permasalahan mendasar yang menjadi kendala bagi kemajuan perkoperasian di Indonesia. Pertama, banyak koperasi yang terbentuk tanpa didasari oleh adanya kebutuhan/ kepentingan ekonomi bersama dan prinsip kesukarelaan dari para anggotanya, sehingga kehilangan jati dirinya sebagai koperasi sejati yang otonom dan swadaya/mandiri. Kedua, banyak koperasi yang tidak dikelola secara profesional dengan menggunakan teknologi dan kaidah ekonomi moderen sebagaimana layaknya sebuah badan usaha. Ketiga, masih terdapat kebijakan dan regulasi yang kurang mendukung kemajuan koperasi. Keempat, koperasi masih sering dijadikan alat oleh segelintir orang/kelompok, baik di luar maupun di dalam gerakan koperasi itu sendiri, untuk mewujudkan kepentingan pribadi atau golongannya yang tidak sejalan atau bahkan bertentangan dengan kepentingan anggota koperasi yang bersangkutan dan nilai-nilai luhur serta prinsip-prinsip koperasi. Sebagai akibatnya:

(i) kinerja dan kontribusi koperasi dalam perekonomian relatif tertinggal dibandingkan badan usaha lainnya, dan

(ii) citra koperasi di mata masyarakat kurang baik. Lebih lanjut, kondisi tersebut mengakibatkan terkikisnya kepercayaan, kepedulian dan dukungan masyarakat kepada koperasi.

 

5.      Kurang kondusifnya iklim usaha.

Koperasi dan UMKM pada umumnya juga masih menghadapi berbagai masalah yang terkait dengan iklim usaha yang kurang kondusif, di antaranya adalah:

(a) ketidakpastian dan ketidakjelasan prosedur perizinan yang mengakibatkan besarnya biaya transaksi, panjangnya proses perijinan dan timbulnya berbagai pungutan tidak resmi,

(b) praktik bisnis dan persaingan usaha yang tidak sehat, dan

(c) lemahnya koordinasi lintas instansi dalam pemberdayaan koperasi dan UMKM. Di samping itu, otonomi daerah yang diharapkan mampu mempercepat tumbuhnya iklim usaha yang kondusif bagi koperasi dan UMKM, ternyata belum menunjukkan kemajuan yang merata. Sejumlah daerah telah mengidentifikasi peraturan-peraturan yang menghambat sekaligus berusaha mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan dan bahkan telah meningkatkan pelayanan kepada koperasi dan UMKM dengan mengembangkan pola pelayanan satu atap.

Namun masih terdapat daerah lain yang memandang koperasi dan UMKM sebagai sumber pendapatan asli daerah dengan mengenakan pungutan-pungutan baru yang tidak perlu sehingga biaya usaha koperasi dan UMKM meningkat. Disamping itu kesadaran tentang hak atas kekayaan intelektual (HaKI) dan pengelolaan lingkungan masih belum berkembang. Oleh karena itu, aspek kelembagaan perlu menjadi perhatian yang sungguh-sungguh dalam rangka memperoleh daya jangkau hasil dan manfaat (outreach impact) yang semaksimal mungkin mengingat besarnya jumlah, keanekaragaman usaha dan tersebarnya UMKM.

 

A. SASARAN

Koperasi dan UMKM menempati posisi strategis untuk mempercepat perubahan struktural dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Sebagai wadah kegiatan usaha bersama bagi produsen maupun konsumen, koperasi diharapkan berperan dalam meningkatkan posisi tawar dan efisiensi ekonomi rakyat, sekaligus turut memperbaiki kondisi persaingan usaha di pasar melalui dampak eksternalitas positif yang ditimbulkannya. Sementara itu UMKM berperan dalam memperluas penyediaan lapangan kerja, memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, dan memeratakan peningkatan pendapatan. Bersamaan dengan itu adalah meningkatnya daya saing dan daya tahan ekonomi nasional. Dengan perspektif peran seperti itu,

 

 

B. sasaran umum pemberdayaan koperasi dan UMKM dalam lima tahun mendatang adalah:

1. Meningkatnya produktivitas UMKM dengan laju pertumbuhan lebih tinggi dari laju pertumbuhan produktivitas nasional,

2. Meningkatnya proporsi usaha kecil formal,

3. Meningkatnya nilai ekspor produk usaha kecil dan menengah dengan laju pertumbuhan    lebih tinggi dari laju pertumbuhan nilai tambahnya,

4. Berfungsinya sistem untuk menumbuhkan wirausaha baru berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi, dan

5. Meningkatnya kualitas kelembagaan dan organisasi koperasi sesuai dengan jatidiri koperasi.

 

C.ARAH KEBIJAKAN 

Dalam rangka mewujudkan sasaran tersebut, pemberdayaan koperasi dan UMKM akan dilaksanakan dengan arah kebijakan sebagai berikut:

1.   Mengembangkan usaha kecil dan menengah (UKM) yang diarahkan untuk memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, dan peningkatan daya saing; sedangkan pengembangan usaha skala mikro lebih diarahkan untuk memberikan kontribusi dalam peningkatan pendapatan pada kelompok masyarakat berpendapatan rendah.

2.  Memperkuat kelembagaan dengan menerapkan prinsip-prinsip tata
  kepemerintahan yang baik (good governance) dan berwawasan gender
  terutama untuk:

      a.Memperluas akses kepada sumber permodalan khususnya perbankan.
      b.Memperbaiki lingkungan usaha dan menyederhanakan prosedur
         perijinan.
      c.Memperluas dan meningkatkan kualitas institusi pendukung yang
               menjalankan fungsi intermediasi sebagai penyedia jasa pengembangan
               usaha, teknologi,  manajemen, pemasaran dan informasi.

3.  Memperluas basis dan kesempatan berusaha serta menumbuhkan wirausaha baru berkeunggulan untuk mendorong pertumbuhan, peningkatan ekspor dan penciptaan lapangan kerja terutama dengan :

a. Meningkatkan perpaduan antara tenaga kerja terdidik dan terampil
                dengan adopsi penerapan tekonologi.

b. Mengembangkan UMKM melalui pendekatan klaster di sektor agribisnis
               dan agroindustri disertai pemberian kemudahan dalam pengelolaan
               usaha,termasuk dengan cara meningkatkan kualitas kelembagaan
               koperasi sebagai wadah organisasi kepentingan usaha bersama untuk
               memperoleh efisiensi kolektif.

c. Mengembangkan UMKM untuk makin berperan dalam proses
                industrialisasi, perkuatan keterkaitan industri, percepatan pengalihan
                teknologi,dan peningkatan kualitas SDM.

            d. Mengintegrasikan pengembangan usaha dalam konteks pengembangan
               regional, sesuai dengan karakteristik pengusaha dan potensi usaha
               unggulan di setiap daerah.

4.   Mengembangkan UMKM untuk makin berperan sebagai penyedia barang dan   jasa pada pasar domestik yang semakin berdaya saing dengan produk impor, khususnya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat banyak.

5.  Membangun koperasi yang diarahkan dan difokuskan pada upaya-upaya untuk:

(i) membenahi dan memperkuat tatanan kelembagaan dan organisasi koperasi di tingkat makro, meso, maupun mikro, guna menciptakan iklim dan lingkungan usaha yang kondusif bagi kemajuan koperasi serta kepastian hukum yang menjamin terlindunginya koperasi dan/atau anggotanya dari praktek-praktek persaingan usaha yang tidak sehat;

(ii) meningkatkan pemahaman, kepedulian dan dukungan pemangku kepentingan (stakeholders) kepada koperasi; dan

(iii) meningkatkan kemandirian gerakan koperasi.

 PROGRAM-PROGRAM PEMBANGUNAN

Sasaran dan arah kebijakan pemberdayaan koperasi dan UMKM tersebut diatas dijabarkan ke dalam program-program pembangunan yang merupakan strategi implementasi pada tataran makro, meso dan mikro.

 

1.       Progam Penciptaan Iklim Usaha Bagi UMKM

Tujuan program ini adalah untuk memfasilitasi terselenggaranya lingkungan usaha yang efisien secara ekonomi, sehat dalam persaingan, dan non-dikriminatif bagi kelangsungan dan peningkatan kinerja usaha UMKM, sehingga dapat mengurangi beban administratif, hambatan usaha dan biaya usaha maupun meningkatkan rata-rata skala usaha, mutu layanan perijinan/pendirian usaha, dan partisipasi stakeholders dalam pengembangan kebijakan UMKM.

  1. Program ini memuat kegiatan-kegiatan pokok sebagai berikut:

(a)  Penyempurnaan peraturan perundangan, seperti UU tentang Usaha Kecil dan Menengah, dan UU tentang Wajib Daftar Perusahaan, beserta ketentuan pelaksanaannya dalam rangka membangun landasan legalitas usaha yang kuat, dan melanjutkan penyederhanaan birokrasi, perijinan, lokasi, serta peninjauan terhadap peraturan perundangan lainnya yang kurang kondusif bagi UMKM, termasuk peninjauan terhadap pemberlakuan berbagai pungutan biaya usaha, baik yang sektoral maupun spesifik daerah.

(b) Fasilitasi dan penyediaan kemudahan dalam formalisasi badan usaha.

(c) Peningkatan kelancaran arus barang, baik bahan baku maupun produk, dan  jasa yang diperlukan seperti kemudahan perdagangan antardaerah dan pengangkutan.

(d) Peningkatan kemampuan aparat dalam melakukan perencananaan dan penilaian regulasi, kebijakan dan program.

(e) Pengembangan pelayanan perijinan usaha yang mudah, murah dan cepat termasuk melalui perijinan satu atap bagi UMKM, pengembangan unit penanganan pengaduan serta penyediaan jasa advokasi/mediasi yang berkelanjutan bagi UMKM.

(f) Penilaian dampak regulasi/kebijakan nasional dan daerah terhadap perkembangan dan kinerja UMKM, dan pemantauan pelaksanaan kebijakan/regulasi.

(g) Peningkatan kualitas penyelenggaraan koordinasi dalam perencanaan kebijakan dan program UMKM dengan partisipasi aktif para pelaku dan instansi terkait, dan

(h) Peningkatan penyebarluasan dan kualitas informasi UMKM, termasuk pengembangan jaringan pelayanan informasinya.

 

  1. Program Pengembangan Sistem Pendukung Usaha Bagi UMKM

Program ini bertujuan untuk mempermudah, memperlancar dan memperluas akses UMKM kepada sumber daya produktif agar mampu memanfaatkan kesempatan yang terbuka dan potensi sumber daya lokal serta menyesuaikan skala usahanya sesuai dengan tuntutan efisiensi. Sistem pendukung dibangun melalui pengembangan lembaga pendukung/penyedia jasa pengembangan usaha yang terjangkau, semakin tersebar dan bermutu untuk meningkatkan akses UMKM terhadap pasar dan sumber daya produktif, seperti sumber daya manusia, modal, pasar, teknologi, dan informasi, termasuk mendorong peningkatan fungsi intermediasi lembaga-lembaga keuangan bagi UMKM.

         Kegiatan-kegiatan pokok dari program ini antara lain mencakup:

a)       Penyediaan fasilitasi untuk mengurangi hambatan akses UMKM terhadap sumber daya produktif, termasuk sumber daya alam.

b)       Peningkatan peranserta dunia usaha/masyarakat sebagai penyedia jasa layanan teknologi, manajemen, pemasaran, informasi dan konsultan usaha melalui penyediaan sistem insentif, kemudahan usaha serta peningkatan kapasitas pelayanannya.

c)       Peningkatan kapasitas kelembagaan dan kualitas layanan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) dan koperasi simpan pinjam/usaha simpan pinjam (KSP/USP) antara lain melalui pemberian kepastian status badan hukum, kemudahan dalam perijinan, insentif untuk pembentukan sistem jaringan antar LKM dan antara LKM dan Bank, serta dukungan terhadap peningkatan kualitas dan akreditasi KSP/USP/LKM sekunder.

d)       Perluasan sumber pembiayaan bagi koperasi dan UMKM, khususnya skim kredit investasi bagi koperasi dan UMKM, dan peningkatan peran lembaga keuangan bukan bank, seperti perusahaan modal ventura, serta peran lembaga penjaminan kredit koperasi dan UMKM nasional dan daerah, disertai dengan pengembangan jaringan informasinya.

e)       Peningkatan efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan dana pengembangan UMKM yang bersumber dari berbagai instansi pemerintah pusat, daerah dan BUMN.

f)       Dukungan terhadap upaya mengatasi masalah kesenjangan kredit (kesenjangan skala, formalisasi, dan informasi) dalam pendanaan UMKM.

g)       Pengembangan sistem insentif, akreditasi, sertifikasi dan perkuatan lembaga-lembaga pelatihan serta jaringan kerjasama antarlembaga pelatihan.

h)       Pengembangan dan revitalisasi unit pelatihan dan penelitian dan pengembangan (litbang) teknis dan informasi milik berbagai instansi pemerintah pusat dan daerah untuk berperan sebagai lembaga pengembangan usaha bagi UMKM, dan

i)        Dukungan terhadap upaya penguatan jaringan pasar produk UMKM dan anggota koperasi, termasuk pasar ekspor, melalui pengembangan lembaga pemasaran, jaringan usaha termasuk kemitraan usaha, dan pengembangan sistem transaksi usaha yang bersifat on-line, terutama bagi komoditas unggulan berdaya saing tinggi.

 

3.      Program Pengembangan Kewirausahaan dan Keunggulan Kompetitif UMKM

Program ini ditujukan untuk mengembangkan jiwa dan semangat kewirausahaan dan meningkatkan daya saing UKM sehingga pengetahuan serta sikap wirausaha semakin berkembang, produktivitas meningkat, wirausaha baru berbasis pengetahuan dan teknologi meningkat jumlahnya, dan ragam produk-produk unggulan UKM semakin berkembang.

         Kegiatan-kegiatan pokok dari program ini antara lain mencakup:

a)       Pemasyarakatan kewirausahaan, termasuk memperluas pengenalan dan semangat kewirausahaan dalam kurikukulum pendidikan nasional dan pengembangan sistem insentif bagi wirausaha baru, terutama yang berkenaan dengan aspek pendaftaran/ijin usaha, lokasi usaha, akses pendanaan, perpajakan dan informasi pasar.

b)       Penyediaan sistem insentif dan pembinaan serta fasilitasi untuk memacu pengembangan UKM berbasis teknologi termasuk wirausaha baru berbasis teknologi, utamanya UKM berorientasi ekspor, subkontrak/penunjang, agribisnis/agroindustri dan yang memanfaatkan sumber daya local.

c)       Penyediaan sistem insentif dan pembinaan untuk meningkatkan kesadaran UKM tentang HaKI dan pengelolaan lingkungan yang diikuti upaya peningkatan perlindungan HaKI milik UKM.

d)       Fasilitasi dan pemberian dukungan serta kemudahan untuk pengembangan jaringan lembaga pengembangan kewirausahaan.

e)       Fasilitasi dan pemberian dukungan serta kemudahan untuk pengembangan inkubator teknologi dan bisnis, termasuk dengan memanfaatkan fasilitas litbang pemerintah pusat/daerah dan melalui kemitraan publik, swasta dan masyarakat.

f)       Fasilitasi dan pemberian dukungan serta kemudahan untuk pengembangan kemitraan investasi antar UKM, termasuk melalui aliansi strategis atau investasi bersama (joint investment) dengan perusahaan asing dalam rangka mempercepat penguasaan teknologi dan pasar.

g)       Fasilitasi dan pemberian dukungan serta kemudahan untuk pengembangan jaringan produksi dan distribusi melalui pemanfaatan teknologi informasi, pengembangan usaha kelompok dan jaringan antar UMKM dalam wadah koperasi serta jaringan antara UMKM dan usaha besar melalui kemitraan usaha, dan

h)       Pemberian dukungan serta kemudahan terhadap upaya peningkatan kualitas pengusaha kecil dan menengah, termasuk wanita pengusaha, menjadi wirausaha tangguh yang memiliki semangat kooperatif.

4.      Program Pemberdayaan Usaha Skala Mikro

Program ini ditujukan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat yang bergerak dalam kegiatan usaha ekonomi di sektor informal yang berskala usaha mikro, terutama yang masih berstatus keluarga miskin dalam rangka memperoleh pendapatan yang tetap, melalui upaya peningkatan kapasitas usaha sehingga menjadi unit usaha yang lebih mandiri, berkelanjutan dan siap untuk tumbuh dan bersaing. Program ini akan memfasilitasi peningkatan kapasitas usaha mikro dan keterampilan pengelolaan usaha serta sekaligus mendorong adanya kepastian, perlindungan dan pembinaan usaha.

         Program ini memuat kegiatan-kegiatan pokok antara lain mencakup:

a)       Penyediaan kemudahan dan pembinaan dalam memulai usaha, termasuk dalam perizinan, lokasi usaha, dan perlindungan usaha dari pungutan informal.

b)       Penyediaan skim-skim pembiayaan alternatif dengan tanpa mendistorsi pasar, seperti sistem bagi-hasil dari dana bergulir, sistem tanggung-renteng atau jaminan tokoh masyarakat setempat sebagai pengganti anggunan.

c)       Penyelenggaraan dukungan teknis dan pendanaan yang bersumber dari berbagai instansi pusat, daerah dan BUMN yang lebih terkoordinasi, profesional dan institusional.

d)       Penyediaan dukungan terhadap upaya peningkatan kapasitas kelembagaan dan kualitas layanan lembaga keuangan mikro (LKM);

e)       Penyelenggaraan pelatihan budaya usaha dan kewirausahaan, dan bimbingan teknis manajemen usaha.

f)        Penyediaan infrastruktur dan jaringan pendukung bagi usaha mikro serta kemitraan usaha.

g)       Fasilitasi dan pemberian dukungan untuk pembentukan wadah organisasi bersama di antara usaha mikro, termasuk pedagang kaki lima, baik dalam bentuk koperasi maupun asosiasi usaha lainnya dalam rangka meningkatkan posisi tawar dan efisiensi usaha.

h)       Penyediaan dukungan pengembangan usaha mikro tradisional dan pengrajin melalui pendekatan pembinaan sentra-sentra produksi/klaster disertai dukungan penyediaan infrastruktur yang makin memadai, dan

i)        Penyediaan dukungan dan kemudahan untuk pengembangan usaha ekonomi produktif bagi usaha mikro/sektor informal dalam rangka mendukung pengembangan ekonomi pedesaan terutama didaerah tertinggal dan kantong-kantong kemiskinan.

 

5.     Program Peningkatan Kualitas Kelembagaan Koperasi

Program ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas kelembagaan dan organisasi koperasi agar koperasi mampu tumbuh dan berkembang secara sehat sesuai dengan jati dirinya menjadi wadah kepentingan bersama bagi anggotanya untuk memperoleh efisiensi kolektif, sehingga citra koperasi menjadi semakin baik. Dengan demikian diharapkan kelembagaan dan organisasi koperasi di tingkat primer dan sekunder akan tertata dan berfungsi dengan baik; infrastruktur pendukung pengembangan koperasi semakin lengkap dan berkualitas; lembaga gerakan koperasi semakin berfungsi efektif dan mandiri; serta praktek berkoperasi yang baik (best practices) semakin berkembang di kalangan masyarakat luas.

         Kegiatan-kegiatan pokok dari program ini antara lain mencakup:

a)       Penyempurnaan undang-undang tentang koperasi beserta peraturan pelaksanaannya.

b)       Peninjauan dan penyempurnaan terhadap berbagai peraturan perundangan lainnya yang kurang kondusif bagi koperasi.

c)       Koordinasi dan pemberian dukungan dalam rangka penyempurnaan kurikulum pendidikan perkoperasian di sekolah-sekolah.

d)       Penyuluhan perkoperasian kepada masyarakat luas yang disertai dengan pemasyarakatan contoh-contoh koperasi sukses yang dikelola sesuai dengan nilai-nilai dan prinsip-prinsip koperasi.

       e)       Peningkatan kualitas administrasi dan pengawasan pemberian badan hukum koperasi.

       f)       Pemberian dukungan untuk membantu perkuatan dan kemandirian lembaga gerakan koperasi.

       g)       Pemberian dukungan dan kemudahan kepada gerakan koperasi untuk melakukan penataan dan perkuatan organisasi serta modernisasi manajemen koperasi primer dan sekunder untuk meningkatkan pelayanan anggota.

       h)       Pemberian dukungan dan kemudahan untuk pengembangan infrastruktur pendukung pengembangan koperasi di bidang pendidikan dan pelatihan, penyuluhan, penelitian dan pengembangan, keuangan dan pembiayaan, teknologi, informasi, promosi dan pemasaran.

       i)        Pengembangan sistem pendidikan, pelatihan dan penyuluhan perkoperasian bagi anggota dan pengelola koperasi, calon anggota dan kader koperasi, terutama untuk menanamkan nilai-nilai dasar dan prinsip-prinsip koperasi dalam kehidupan koperasi, yang mengatur secara jelas adanya pembagian tugas dan tanggung jawab antara Pemerintah dan gerakan koperasi.

       j)    Penyediaan insentif dan fasilitasi dalam rangka pengembangan jaringan kerjasama usaha antar koperasi.

       k)    Peningkatan kemampuan aparat di Pusat dan Daerah dalam melakukan penilaian dampak regulasi, kebijakan dan program pembangunan koperasi.

       l)    Peningkatan kualitas penyelenggaraan koordinasi dalam perencanaan, pengendalian, monitoring dan evaluasi pelaksanaan kebijakan dan program pembangunan koperasi dengan partisipasi aktif para pelaku dan instansi terkait

 

 

Telah diketahui sebelumnya bahwa krisis ekonomi yang melanda Indonesia bahkan tentang persoalan globalisasi dalam perekonomian, membuat pemerintah dan para pihak yang bersangkutan mencari pengupayaan untuk mengatasi persoalan tersebut. Tidak mudah memang menjalankan program yang telah di canangkan. Akan tetapi, dengan kehadirannya system ekonomi kerakyatan di Indonesia memang sedikit membantu dalam mengatasi permasalahan tersebut. Walaupun penggunaan ungkapan itu dalam realisasinya cenderung belum terlaksana dengan ungkapan ekonomi rakyat, justru cenderung dipandang seolah-olah merupakan idealisme baru dalam perekonomian Indonesia. Ekonomi kerakyatan dalam arti yang lebih luas mencakup kehidupan petani, nelayan, tukang becak dan pedagang kaki lima, yang kepentingan-kepentingan ekonominya selalu dapat lebih mudah dibantu dan diperjuangkan melalui koperasi. Peranan koperasi di Indonesia sesungguhnya untuk mengelola usaha dengan baik, menyejahterakan anggotanya dan sekaligus berfungsi sebagai kekuatan pengimbang dalam sistem ekonomi kerakyatan di Indonesia, misalnya telah memberikan kontribusi nyata bagi perekonomian bangsa Indonesia. Dengan mendirikan koperasi diharapkan masyarakat setempat mempunyai peluang besar untuk memanfaatkan potensi dan asset ekonomi yang ada di daerahnya. Peran koperasi di pedesaan telah menggantikan fungsi bank konvensional atau syariah sehingga koperasi sering disebut pula sebagai banknya rakyat karena koperasi tersebut beroperasi dengan menerapkan sistem perbankan yang sudah diatur oleh pemerintah di Indonesia. Agar tetap bisa mengikuti perkembangan zaman, koperasi ahrus bisa memberikan sumbangan nyata kepada pemberdayaan ekonomi rakyat. Dengan begitu, koperasi akan menjadi sokoguru perekonomian nasional tidak akan mampu untuk bersaing dengan pelaku ekonomi lain baik pemerintah maupun swasta.

 

 

 

 

 

 

 

KESIMPULAN

 

Koperasi di Indonesia, menurut UU tahun 1992, didefinisikan sebagai badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip-prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomirakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan. Di indonesia  prinsip koperasi telah dicantumkan dalam UU No. 12 Tahun 1967 dan UU No. 25 Tahun 1992. Prinsip koperasi di Indonesia kurang lebih sama dengan prinsip yang diakui dunia internasional dengan adanya sedikit perbedaan, yaitu adanya penjelasan mengenai SHU (Sisa Hasil Usaha).

Kemungkinan koperasi untuk memperoleh keunggulan komparatif dari perusahaan lain cukup besar mengingat koperasi mempunyai potensi kelebihan antara lain pada skala ekonmi, aktivitas yang nyata, faktor-faktor precuniary, dan lain-lain.

Kewirausahaan koperasi adalah suatu sikap mental positif dalam berusaha secara koperatif, dengan mengambil prakarsa inovatif serta keberanian mengambil risiko dan berpegang teguh pada prinsip identitas koperasi, dalam mewujudkan terpenuhinya kebutuhan nyata serta peningkatan kesejahteraan bersama. Dari definisi tersebut, maka dapat dikemukakan bahwa kewirausahaan koperasi merupakan sikap mental positif dalam berusaha secara koperatif.

Tugas utama wirakop adalah mengambil prakarsa inovatif, artinya berusaha mencari, menemukan, dan memanfaatkan peluang yang ada demi kepentingan bersama.Kewirausahaan dalam koperasi dapat dilakukan oleh anggota, manajer birokrat yang berperan dalam pembangunan koperasi dan katalis, yaitu orang yang peduli terhadap pengembangan koperasi.

Sebagai sesama anak bangsa, kita terpanggil untuk secara bersama-sama memberdayakan koperasi sehingga koperasi bukan hanya berperan sebagai lembaga yang menjalankan usaha saja, namun koperasi bisa menjadi alternatif kegiatan ekonomi yang mampu menyejahterakan anggota serta sekaligus berfungsi sebagai kekuatan pengimbang dalam sistem perekonomian. Dengan kata lain, kita mengharapkan tumbuh berkembangnya koperasi yang memiliki competitive advantage dan bargaining position yang setara dengan pelaku ekonomi lainnya.

Perkembangan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dan koperasi memiliki potensi yang besar dalam meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Peran UMKM yang besar ditunjukkan oleh kontribusinya terhadap produksi nasional.

Dengan perspektif peran seperti: meningkatnya produktivitas UMKM, meningkatnya proporsi usaha kecil formal, meningkatnya nilai ekspor produk usaha kecil dan menengah, berfungsinya sistem untuk menumbuhkan wirausaha baru berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi dan meningkatnya kualitas kelembagaan dan organisasi koperasi sesuai dengan jati diri koperasi. Arah kebijakan mengembangkan, memperkuat dan memperluas usaha kecil dan menengah (UKM). Dengan berbagai progam-progam pembangunan.

Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

REFERENSI

 

http://yohanasetianingrum.blogspot.com/2011/10/sistem-ekonomi-kerakyatan-melalui.html

http://id.wikipedia.org/wiki/Koperasi

http://rendy-ekonomikoperasi.blogspot.com/2011/10/ekonomi-koperasi.html

http://aadesanjaya.blogspot.com/2011/07/contoh-karya-ilmiyah.html

http://belajarkoperasi.com/index.php?option=com_content&view=article&id=183&Itemid=189

http://julyankurniawan.blogspot.com/2010/01/jenis-dan-bentuk-koperasi.html

http://ilmucomputer2.blogspot.com/2009/08/bentuk-dan-jenis-koperasi-indonesia.html

http://cafe-ekonomi.blogspot.com/2009/05/makalah-sistem-ekonomi-kerakyatan.html

http://succesary.wordpress.com/2008/12/10/sistem-ekonomi-kerakyatan/

http://www.ekonomirakyat.org/edisi_7/artikel_1.htm

http://triany-syafrilia.blogspot.com/2011/10/sistem-ekonomi-kerakyatan-melalui-wadah.html

 

 

 

 

 

REFERENSI………………………………………………………………………………………………………………………..………………………25

 

 

Pos ini dipublikasikan di Uncategorized. Tandai permalink.

Tinggalkan komentar